Rengganis, dikenal sebagai nama jenis burung bersuara sangat
merdu dan memiliki harga yang mahal. Rengganis juga merupakan nama yang kini
disematkan pada sebuah kawah yang terletak di Kampung Cibuni, Ciwidey Bandung.
Memang, nama Dewi Rengganis muncul sebagai tokoh utama dalam legenda Situ
Patengan yang lokasinya tak jauh dari kawah tersebut. Namun nama Dewi Rengganis
tak hanya memiiki sebuah cerita bagi warga Ciwidey saja, karena nama ini juga
muncul dalam sebuah cerita rakyat yang berkembang di daerah Pangandaran serta
jauh ke sebelah timur pulau Jawa, tepatnya di kawasan Gunung Argapura.
|
Kawah Rengganis |
“Kirain nama Rengganis cuma ada di Jawa ajaa”, sahut Manda mengomentari
foto kawah Rengganis yang saya unggah melalui akun instagram yang saya miliki. Kawan
saya yang satu ini memang berasal dari Jawa Timur, di mana cerita tentang Dewi
Rengganis cukup lekat dengan masyarakat di sana.
Dikisahkan bahwa Dewi Rengganis merupakan putri cantik
jelita dari Raja Brawijaya V yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan
Majapahit. Dewi Rengganis lahir dari rahim salah satu selir sang raja, sehingga
kedudukannya di kerajaan tidak diakui. Namun versi lain juga menyatakan bahwa
selain karena merupakan anak dari selir sang raja, Dewi Rengganis juga diasingkan
oleh keluarga kerajaan karena pada saat lahir diketahui berkelamin dua. Hingga
pada saat diasingkan di Gunung Argapura, kelamin satunya dibuang menggunakan
ilalang oleh seorang kyai yang menemukannya. Setelah menjadi wanita seutuhnya,
Dewi Rengganis membangun sebuah kerajaan di puncak Gunung Argapura.
Sampai sekarang bekas reruntuhan dari kerajaan yang dibangun
Dewi Rengganis dapat ditemukan di Puncak Gunung Argapura. Bahkan salah satu
dari tiga puncak di Gunung Argapura dinamakan Puncak Rengganis. Salah satu
kisahnya menyebutkan bahwa pada suatu hari Dewi Rengganis diketemukan hilang
dari kerajaan yang telah dibangunnya untuk menjadi pengikut Nyi Roro Kidul.
Beberapa foto yang saya temukan saat Situbondo menggelar pawai budayanya memang
menggambarkan Dewi Rengganis memiliki gaya yang mirip dengan Nyi Roro Kidul,
hanya saja pakaian yang dikenakannya berwarna merah sambil memegang sebuah
trisula dan payung emas. Tak hanya itu, setiap malam satu suro, masih ada warga
salah satu desa yang naik ke puncak Rengganis untuk melakukan ritual
persembahan.
|
Ilustrasi Dewi Rengganis dalam pawai budaya di jawa Timur |
Source foto : https://argopurojatim.blogspot.co.id/2016/08/legenda-dewi-rengganis.html
Menarik memang bila ternyata Dewi Rengganis yang mendirikan
kerajaan di Gunung Argapura Jawa Timur dikaitkan dengan sosok Nyi Roro Kidul
dari pantai selatan Jawa Barat, yaitu Pantai Pangandaran. Di Pangandaran pun nyatanya
memang ada sebuah tempat wisata yang dinamakan Goa Rengganis. Konon katanya di
Goa Rengganis inilah tempat yang dijadikan pemandian oleh Dewi Rengganis. Namun,
lain dengan di Gunung Argapura, Pangandaran punya kisah tersendiri tentang Dewi
Rengganis yang memiliki kaitan erat dengan kesenian tari Ronggeng Gunung.
Dalam kisah Dewi Rengganis di Pangandaran, ia merupakan
putri ke-38 Prabu Siliwangi yang menikah dengan putra Prabu Haur Kuning dari
kerajaan Galuh yaitu Pangeran Anggalarang. Awalnya Dewi Rengganis dikenal
bernama Dewi Siti Samoja. Ia mengganti namanya menjadi Dewi Rengganis ketika ia
mencoba menyamar menjadi seorang penari Ronggeng Gunung demi membalaskan dendam
suaminya yang tewas oleh seorang perompak bernama Kalasamudra. Tarian Ronggeng
Gunung memang diperagakan dengan menutup wajahnya dengan sarung untuk memancing
musuh. Di saat target mendekat dan ikut menari, tanpa sadar sebilah pisau
belati akan siap menghabisi nyawanya.
Saya juga sempat menemukan beberapa tulisan dari versi lain yang
menyebutkan bahwa Dewi Rengganis yang berada di Pangandaran merupakan sosok Dewi
Rengganis yang sebelumnya merupakan
putri yang mendirikan kerajaan di atas Gunung Argapura. Jadi ia meninggalkan
kerajaannya bukan untuk menjadi pengikut Nyi Roro Kidul tapi karena menikah
dengan seorang Pangeran Galuh di Pangandaran.
Lalu bagaimana dengan kisah Dewi Rengganis di Ciwidey
Bandung? Andri, seorang kawan yang cukup banyak tahu tentang Situ Patengan
memaparkan sepenggal kisah dalam kunjungan kami Desember lalu ke tempat wisata
terpopuler di Bandung Selatan tersebut. Sebaliknya dari cerita dua tempat
sebelumnya yang menceritakan sosok Dewi Rengganis sebagai sosok seorang putri,
dalam Legenda Situ Patengan Dewi Rengganis diceritakan sebagai seorang gadis
cantik jelita yang berasal dari kalangan rakyat jelata. Selain itu ada juga
versi yang mengatakan bahwa Dewi Rengganis ini adalah titisan seorang dewi yang
menjelma dalam rupa manusia biasa. Ia kemudian jatuh cinta kepada Kian Santang
yang merupakan putra dari Prabu Siliwangi.
Setelah menikah, Kian Santang harus pergi meninggalkan Dewi
Rengganis ke medan perang untuk membela Kerajaan Siliwangi yang tengah diserang
lawan. Mereka berdua berjanji untuk mempertahankan cintanya walau harus
terpisah jauh. Waktu terus bergulir, namun Kian Santang belum kembali juga.
Akhirnya Dewi Rengganis bertapa untuk mencari petunjuk mengenai kabar suaminya.
Mungkin adegan ini kalau dalam istilah bahasa Sundanya itu adalah pasalingsingan, saat Kian Santang pulang
ke rumah, ia pun tak dapat menemukan Dewi Rengganis yang sedang bertapa mencari
petunjuk keberadaannya. Ia pun pergi menyusul ke tempat pertapaan istrinya
setelah mendapat informasi dari orang kepercayaannya. Namun saat ia tiba di
tempat pertapaan istrinya, istrinya rupanya sudah bergerak pulang ke rumah
karena telah mendapat kabar bahwa Kian Santang telah pulang dari peperangan.
Akhirnya mereka berdua saling mencari keberadaan satu sama lain atau dalam
bahasa Sunda disebut pateang-teangan.
Setelah mereka sekian lama silih teangan,
akhirnya mereka dapat bertemu di sebuah tempat yang kini dinamakan dengan
Batu Cinta. Sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah lokasi Situ Patengan
sekarang. Air mata bahagia dari Dewi Rengganis saat bertemu sang suami mengalir
deras hingga mengalir membentuk sebuah danau yang kini dikenal bernama Situ
Patengan. Nama Patengan diambil dari kejadian dimana mereka pateang-teangan. Untung saja namanya
bukan jadi Situ Pasalingsingan, terdengar lucu rasanya kalau namanya begitu.
|
Situ Patengan |
Dewi Rengganis di Patengan menikah dengan seorang putra dari
Prabu Siliwangi, namun bukankah Dewi Rengganis yang menjadi ronggeng di
Pangandaran pun merupakan putri dari Prabu Siliwangi? Apakah mereka ternyata
berhubungan sebagai saudara ipar, atau malah orang yang sama pula. Setidaknya
ada satu pelajaran yang dapat diambil dari kisah Dewi Rengganis di Situ
Patengan, yakni tidaklah mudah membina hubungan jarak jauh saat BBM dan
Whatsapp belum ditemukan seperti sekarang ini.
Selain 3 kisah tadi, Dewi Rengganis pun diceritakan dalam
sebuah kisah pewayangan. Dari latar cerita tempatnya, dapat disimpulkan bahwa
kisah tersebut merupakan pengembangan cerita dari kisah Dewi Rengganis dari
Gunung Argapura.
Terlepas dari kesamaan tokoh yang menggunakan nama Dewi
Rengganis pada cerita di berbagai tempat. Entah mereka saling berkaitan atau
tidak, atau ternyata orangnya itu-itu juga, perlu diingat bahwa kisah ini
merupakan cerita rakyat yang turun-temurun di tempatnya masing-masing. Memang
kisah yang muncul dalam beragam versi ini akan sulit diketemukan garis cerita
resminya, karena kadang ada saja bumbu yang ditambahkan untuk memperkaya isi
cerita demi menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Namun ada satu hal yang
saya dapat dari nama Dewi Rengganis. Nama Rengganis disematkan pada sang putri
karena ia tumbuh cantik jelita karena dibesarkan dari sari sejuta bunga.