Dulu, setiap tanggal satu, ayah selalu membawa saya sekeluarga makan di sebuah café dengan hidangan iga bakar sebagai signature menu. Kami duduk di sebuah meja dengan kursi yang saling berhadapan, lalu berbicara berjam-jam tentang berbagai hal. Itulah konsep café yang saya kenal, sebelum terjadi invasi internet dan gadget.

 

Iga Bakar Ala Sprekken Cafe

Ingatan tentang café masa kecil saya itu kembali muncul saat mampir ke Sprekken Café dan berkesempatan berbincang dengan Pak Jacky Masui, sang pemilik, yang juga pendiri dari bisnis oleh-oleh Den Haag Klappertaart yang ternama di kalangan wisatawan Bandung.

 

“Sprekken itu artinya bicara. Makanya saya ingin mengajak yang datang ke sini buat duduk, dan kembali saling berbicara,” begitu katanya. Tak heran cafenya ini dibuat begitu nyaman untuk berbincang lama-lama. Cocok banget buat tempat kumpul bareng keluarga. Desain tempatnya adem, dengan dekorasi ruangan yang bergaya Eropa klasik, sesuai dengan cerminan namanya. Jadi mungkin kalau ajak ayah dan ibu ke sini nanti, mereka pun bisa kerasan dengan suasananya.

 

Kejutannya, ada menu Iga Bakar yang sedikit mengingatkan tentang masa kecil saya bersama orang tua dulu. Cita rasa tentu berbeda, tapi sejujurnya, dari segi kualitas, ini salah satu hidangan Iga Bakar terenak yang saya makan. Rasanya gurih, bumbunya pas, dan porsinya luaarr biasaa besaarr. Saya jamin ga mungkin menghabiskan satu porsi menu ini sendirian. Teksturnya pun sangat lembut. Misahin daging dari tulangnya tuh effortless banget.

 

Di samping Iga Bakar, Sprekken Café juga punya menu-menu makanan tradisional lainnya, seperti Sop Buntut, Nasi Bakar, dan Cumi Sambal Matah, sampai beberapa menu makanan western seperti Spaghetti, dan Beef Stroganoff. Yang pasti, menu-menu yang bisa masuk ke lidah semua orang. Biar saat kumpul bareng keluarga, semuanya bisa menikmati. 

 

Beberapa Menu Lain di Sprekken Cafe

Kalau dari hasil mencicip beberapa menu di Sprekken Café, keunggulannya memang terletak di bumbu dan sambal yang mereka racik. Jadi walaupun pilihan menu-menunya cukup umum, tapi rasanya punya ciri khas. Untuk kisaran harga menunya sendiri dimulai dari Rp16.000-Rp80.000.

 

Sprekken Café sendiri rupanya baru berdiri dua tahun ke belakang. Berbagi tempat dengan kakaknya, yakni Den Haag Klappertaart yang sudah lama menetap di Jl. Bangreng No. 3, Turangga, hanya 5 menit saja dari Trans Studio Mall.

Suasana di Teras Sprekken Cafe

So, kalau sudah sekalian ke Sprekken Cafe, tentunya kurang kalau tidak sekalian memesan Den Haag Klappertaart yang melegenda. Sejujurnya, selama seumur hidup saya tinggal di Bandung, baru kali ini berkesempatan menyantap oleh-oleh Bandung yang satu ini. Sering melintas di beberapa outletnya, tapi belum sempat icip-icip.

 

First impression saya dengan Den Haag Klappertaart ini ternyata rasanya wow sekali. Teksturnya superr lembut. Nggak mungkin deh cuma habis satu. Pantas saja Den Haag Klappertaart ini banyak sekali outletnya, dan jadi salah satu oleh-oleh yang paling diincar wisatawan yang datang ke Bandung. Apalagi memang outletnya secara eksklusif hanya buka di Bandung.

 

Den Haag Klappertaart

By the way, saya baru tau dari Pak Jacky kalau ternyata klappertaart itu hidangan akulturasi antara Indonesia dan Belanda. Jadi walaupun namanya Den Haag. Di Den Haag sendiri nggak ada tuh kue pencuci mulut ini.

 

Selain Klappertaart, di gerai Den Haag Klappertaart juga ternyata menyediakan berbagai kue/cemilan , seperti bagelen, kue soes, dan bolen. Buat wisatawan sih, datang ke Sprekken Café, udah bisa sekaligus one stop shopping buat belanja oleh-oleh yang bisa dibawa pulang ke rumah.

Area Display Oleh-Oleh di Den Haag Klappertaart


 Berantakan, gelap, dan (seharusnya) hangus. Itu gambaran saya tentang Pasar Kosambi. Memang dibanding bangunan pasar lainnya yang pernah saya kunjungi, Pasar Kosambi terbilang kurang penerangannya. Apalagi setelah mengalami kebakaran hebat tahun lalu.

 

Itu pula yang ada di benak saya saat melangkahkan kaki ke The Hallway Space yang terletak di dalam Pasar Kosambi. Beberapa bulan ke belakang, memang saya melihat Instagram Story kawan-kawan lama saya yang masih bekerja di media keluar masuk Pasar Kosambi untuk meliput bisnis makanan yang mulai beroperasi di sana.

 

The Hallway Space Kosambi Bandung

Namun, yang tidak terbayangkan adalah suasana di dalamnya. Awalnya saya membayangkan suasana seperti Los Tjihapit, Pasar Antik Cikapundung, atau mungkin Spasial yang berada di belakang dinding tebal Pasar Kosambi. Namun ternyata, bagian dalamnya jauh lebih rapi dan berkelas dari yang diduga.

 

Bila tempat-tempat yang sebelumnya saya sebutkan tadi selalu menyimpan kesan pasar dan vintage-nya. Di The Hallway Kosambi, hal itu tidak terasa sama sekali. Malah kadangkala, di beberapa titik, saya merasa seperti berjalan di mall PVJ. Kesan vintage-nya sebetulnya masih ada, namun buatan, untuk menarik hati pengunjung berbelanja di toko-toko yang berderet rapi di kawasan ini.

 

Salah satu selasar di The Hallway Space Kosambi Bandung

Dari yang katanya terdapat 52 brand fashion dan kuliner di dalamnya, hanya Ventella saja jenama yang saya kenal. Selebihnya namanya cukup asing, tapi very well designed. Mulai dari logo, sign board, hingga interior toko. Salah satunya dimiliki oleh @indyratnap yang populer dengan Jurnal Risanya.

 

Bila memang semua jenama yang berjualan di sini adalah brand lokal, saya acungkan empat jempol deh buat tim yang berhasil merevitalisasi salah satu blok di Pasar Kosambi ini sampai bisa jadi sekeren ini. Bukan cuma soal tampilan fisiknya sih, tapi dari segi konsepnya pun keren abis. Kalau melihat akun-akun instagram brand yang mejeng di The Hallway Space, jelas, kebanyakan dari mereka merupakan bisnis start-up. Yang berarti, bagus sekali kalau mereka punya sebuah ruang seperti ini di Kota Bandung. Walau mungkin, mereka belum bisa langsung tancap gas di sales offline, karena tentu saja saat ini Pandemi masih berlangsung yang menyebabkan traffic kunjungan langsung belum bisa dioptimalkan. Tapi begitu nanti Covid, PSBB, resesi dan segala macam turunannya betul-betul usai, tempat ini bakalan jadi satu lokasi yang asyik buat nongkrong, belanja, dan yang paling penting menjadi wadah untuk produktif.

 

Selain desain visualnya yang memanjakan mata, alunan live music sore itu benar-benar menghidupkan suasana. Entah akan demikian seterusnya, atau hanya karena hari itu adalah hari pembukaan ruang kreatif tersebut.

 

Live Music di Acara Soft Opening The Hallway Space Kosambi Bandung

Semakin sore, semakin banyak orang yang berdatangan, The Hallway Space pun mulai terasa padat, dan saya semakin parno, haha. Sesungguhnya saya tergolong orang yang tidak terlalu nyaman berada di tempat yang terlalu crowded, apalagi dengan kondisi pandemi Corona yang masih mendera. Jujur saja, memang saya cukup cemas dengan kondisi saat ini. 

 

Karena kedatangan awal saya ke sana adalah untuk mengambil sebuah dokumen dari seorang teman, saya pun langsung melipir pulang setelah mengambil beberapa foto sekaligus berjalan menuju parkiran. Marilah kembali kemari lain hari saat situasi jauh lebih kondusif, hehe.

 

The Hallway Space
Pasar Kosambi Lt. 2
Jl. Ahmad Yani, Bandung