Acara tahunan Braga Festival kembali di gelar, kali ini dengan mengusung tema "Momento Mori" yang berasal dari bahasa latin yang berarti "Ingatlah suatu hari kamu akan meninggal", memang apabila diartikan secara harfiah cukup aneh, namun yang dimaksudkan oleh penyelenggara Braga Fest kali ini sebenarnya untuk mengingat para legenda seniman dan budayawan Sunda yang telah meninggal, sesuai tema, sepanjang penyelengaraan berkumandang lagu-lagu dari tokoh-tokoh tersebut seperti Nike Ardilla dan Darso, serta terdapat pula beberapa stand informasi dan merchandise untuk mendapatkan sekedar info ataupun souvernir dari para legenda tersebut yang terdapat di dalam Braga City walk yang baru selesai direnovasi.
sedikit perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya, Braga fest kali ini sedikit saja lebih lengang, walaupun tetap saja padat , mungkin dikarenakan beberapa space terbuka yang bisa dikunjungi pengunjung menjadi lebih banyak seperti kawasan braga city walk dan gedung perusahaan gas negara yang sengaja dibuka karena da beberapa karya seni yang dipamerkan juga disana, saya pribadi baru pertama kalinya masuk ke dalam gedung PGN (perusahaan gas negara) karena sebelumnya gedung yang memiliki pintu besar tersebut selalu tertutup rapat dan terlihat agak menyeramkan di malam hari.
Seperti tahun-tahun sebelumnya ada beberapa street performer yang menunjukkan kebolehannya, baik bidang visual ataupun gerak.
Namun, dibalik kreasi Braga fest dari tahun ke tahun, nampaknya makin menyisakan banyak pertanyaan dan keluh kesah warga, selain padatnya lokasi acara yang pasti terjadi, suara ngeatif warga Bandung mengenai Braga Fest ini pun meluap di media sosial twitter, salah satunya mengenai banyaknya pedagang yang masuk ke area festival tanpa terkendali, serta barang atau makanan yang dijual malah banyak makanan asing seperti penjual sosis bratwurst, burger dan hotdog. Padahal banyak sekali makanan khas Sunda yang dapat lebih ditonjolkan, apalagi dengan adanya stand Tattoo jalanan yang jelas-jelas bukan cerminan budaya Sunda
Secara kasat mata jelas terlihat sebenarnya bahwa yang menyebabkan kepadatan pengunjung di lokasi antara lain karena panggung yang besar dan sedikit memaksakan untuk ada panggung, padahal mini satge saja sebenarnya sudah cukup, serta banyak stand-stand belanja yang sangat memakan tempat untuk orang berjalan kaki, saya rasa untuk ke depannya Braga Fest ini dapat lebih disederhanakan dan tidak berorientasi keuntunga, karena tentunya stand-stand tersebut merupakan wujud nyata komersialisasi dari Braga Fest. Sehingga tujuan awal adanya Braga Fest ini yaitu mengingat para Legenda menjadi teralihkan bahkan buyar, kita bisa lihat perbandingan jumlah pengunjung yang mengunjungi stand legend dengan yang mengunjungi stand shopping sangatlah timpang. Banyak harapan terutama dari warga kota Bandung agar Braga Festival ini untuk ke depannya menjadi suatu festival yang bakal lebih nyunda dan merakyat, dan memang bisa dinikmati warga kota Bandung seutuhnya.
Awal September lalu diadakan sebuah pagelaran topeng Noh dari pengrajin topeng asal Jepang yang dipamerkan di Graha Widya Marantha Bandung, tahun ini sudah dua kali pagelaran topeng noh digelar di Bandung, salah satu yang saya kunjungi bulan Juni lalu di Museum Konferensi Asia Afrika Bandung.
Sebuah acara yang bertajuk Mask Exhibition : Dignity of Soul (Kesucian Sukma) merupakan pameran topeng yang menunjukkan akulturasi dari dua kebudayaan yaitu Jepang dan Indonesia, kenapa dari 2 negara tersebut? Karena Jepang dan Indonesia merupakan dua negara yang memiliki kebudayaan seni topeng yang sama kaya. Saat pertama kali masuk, beberapa topeng Indonesia yang dipajang ada dari tokoh pewayangan dan beberapa topeng dari kebudayaan Indonesia bagian timur, itulah uniknya topeng indonesia, dari satu negara namun dapat menampikan kebudayaan yang berbeda.
Beberapa topeng ini biasanya digunakan dalam upacara adat, sendratari dan drama, oleh karena itu masing-masing topeng tersebut memiliki cerita khusus, ada beberapa topeng dari bali yang diceritakan merupakan satu keluarga dari mulai ayah yang seorang raja sampai anak-anaknya, uniknya topeng tersebut dalam suatu pagelaran drama tari di Bali hanya diperankan oleh satu orang saja, jadi orang tersebut berganti-ganti topeng untuk membawakan sebuah cerita dengan peranan yang berbeda, namun memang rata-rata topeng Indonesia berparas buruk, beberapa malah menyerupai monster.
Sama halnya dengan Indonesia, topeng Jepang topeng Jepang yang dipajang disini merupakan Topeng Noh, Noh adalah pagelaran drama dimana para performernya mempertunjukan sebuah cerita dengan menggunakan sebuah topeng dengan ekspresi berbeda-beda.
Topeng Jepang bentuknya lebih manusiawi dibanding Indonesia, dan titik fokus yang mereka tonjolkan adalah ekspresi dan sifat.
Seperti topeng koomote Yuki ini yang ingin menonjolkan kepolosan anak berusia 6-15 tahun, uga memberikan kesan imut dan lucu, Namun dibalik kelucuannya sang pengrajin topeng Ogura Soukei ingin menunjukkan sisi lain dari seorang gadis yang keras dan tegas dalam menjalani hidup di zamannya. Walaupun topeng ini dibilang imut, ketika saya membuka fotonya dari komputer untuk di retouch , tetap saja bikin merinding, percaya atau tidak cobalah anda melihat topeng itu baik-baik di malam hari, tatapan mata dan ekspresinya terlihat sangat nyata, seperti mempunyai jiwa, apalagi bila layar monitor komputer anda cukup besar.
Walaupun topeng-topeng yg mereka buat mirip manusia namun bukan berarti tidak ada topeng yang seramnya, karena ada beberapa topeng Jepang juga yang dibuat untuk menggambarkan ekpresi amarah dan juga memang dibuat untuk menyerupai wajah setan atau dewa. Salah satunya topeng Hannya di bawah ini, topeng ini dibuat untuk menggambarkan kecemburuan seorang wanita bangsawan, tak terbayang juga kan kalo ada perempuan cemburunya wajahnya jadi seperti itu. tapi mungkin orang Jepang terkadang lebih jago membuat sebuah perumpamaan, lain Indonesia, lain juga Jepang.
Beberapa topeng yang menunjukkan wajah seram lainnya ada topeng raiden sang Dewa Petir dan Akujoubeshimi yang memiliki arti seorang tua yang kuat, terlihat dari struktur muka dan alisnya yang dibuat tebal sehingga memiliki kesan tangguh.
Topeng Noh ini dibuat oleh pengrajin topeng Bapak-anak Ogura Soukei dan Ogura Soei, dan ada satu kesamaan antar topeng Indonesia dan Jepang ini, masing-masing ada satu topeng yang berhidung panjang, namun sayangnya saya lupa memotretnya, dari Indonesia ada Bapang Joyosentiko dari Malang Jawa Timur, berwajah merah, berkumis dan berhidung panjang dan dari Jepang ada topeng Tengu yang memiliki hidung yang panjang pula dan berwajah merah yaitu Tengu sang setan dari gunung.
Hal yang disayangkan dari pagelaran topeng ini adalah Topeng-topeng Indonesia yang dipamerkan adalah topeng-topeng yang bekas pakai, sehingga terlihat jelas dari dekat banyak cacat dan rusak pada topeng-topeng tersebut, beda halnya dengan topeng-topeng Jepang yang terlihat seperti layaknya topeng-topeng baru atau minimal topeng yang dirawat dengan baik sehingga terlihat mulus dan bersih, sehingga cukup pantas dipajang dalam arena eksibisi.
Sebuah pelajaran baru untuk kita bangsa Indonesia, terlihat dari pagelaran ini bahwa pengrajin topeng di Indonesia terputus regenerasinya sehingga topeng-topeng tersebut menggunakan topeng-topeng stock lama, mudah-mudahan untuk kedepannya kebudayaan ini dapat terus dilestarikan dan bermunculan seniman-seniman topeng dari generasi muda dan terus berlanjut sehingga kebudayaan topeng kita tidak punah.
Siapa yang tahu ada berapa banyak perpustakaan umum di Bandung? mungkin banyak yang berpikir duluan perpustakaan kampus atau sekolahnya, bener kan? tidak salah memang karena itu yang paling dekat dengan kehidupan anda. Namun bagaimana suasananya, arsitektur dan furniturenya? Mungkin yang terbayang sebuah meja kotak panjang dan beberapa kursi, bahkan ada juga kursi baso (begitu mereka menyebutnya) yang menghiasi athmosphere sebuah perpustakaan. Namun pernahkah anda mengunjungi sebuah perpustakaan dengan sebuah sofa empuk di dalamnya dengan cahaya redup dari sebuah lampu bola dan arsitektur yang tertata rapih memanjakan mata kita, salah satunya saya temukan di sudut kota kembang Bandung tepatnya di jalan siliwangi No.16 di sebelah kanan jalan yang menuju ke arah ciumbuleuit dari arah taman sari.
Saya mendengar dari karyawan yg bekerja di perusahaan yang berlokasi di lantai 2 perpustakaan ini, bahwa Reading Lights dulu menjual lampu baca maka dari itu asal muasal namanya tersebut, namun kini telah difungsikan sebagai perpustakaan yang meminjamkan dan menjual Buku-buku second berbahasa asing, selain sebuah sofa yang nyaman, hal yang menarik perhatian adalah kursi-kursi kayu yang memiliki kesan klasik dengan meja bundarnya menambah kesan seperti furniture jaman penjajahan Belanda dulu, selain ituadanya sebuah kedai kopi yg berbetuk seperti sebuah bar kopi modern menambah kesan cozy dan asyik pada perpustakaan ini, berbagai cemilan dan kopi bisa menjadi teman hangat dalam membaca. Berbeda dengan cafe potluck yang mencirikan cafe dengan perpustakaan, tentu saja kalau di reading lights adalah sebaliknya, sebuah perpustkaan dengan sebuah cafe, karena point dominannya disini tentu saja adalah buku.
Familiar dengan tempat ini??mungkin bila anda penggemar wisata kuliner, aktif di media sosial dan tinggal di bandung pasti sudah tidak asing lagi, yak foto di atas merupakan suasana di salah satu meja Rumah Lezat Simplisio, atau lebih sering dikenal dengan Rumzat Simplisio. Tempat kuliner yang berlokasi di Jl Karapitan No.45A ini seringkali penuh dengan pesanan, sampai kadang kehabisan bahan, terutama saat hari libur.
Saya pertama kali tahu tempat ini dari twitter @kuliner_bandung dan pertama kali mencoba makan di tempat ini saat siang hari menjelang malam tahun baru 2013, kesan yang saya tangkap saat pertama kali berkunjung ke tempat ini adalah bingung...yak bingung, karena menunya banyak banget, dari makanan barat sampai Indonesia ada dengan ciri yang unik-unik, saya pribadi memang penggemar wisata kuliner dan udah selalu kegoda deh sama makanan yang namanya baru dan penampilannya unik, akhirnya pilihan jatuh kepada sepiring pasta yang menggunakan tiga macam keju (karena saya juga suka keju :p) , semangkuk hongkong wantan Ramen level 3 dan Italian Baked Sushi (unik, karena baru denger kalo italia ada sushi dan dipanggang pula).
Agak kaget dengan rasa hongkong Wantan Ramen yang pedess banget, padahal cuma level 3, saya pikir bahwa level 3 tuh pedesnya sedeng karena berada di tengah-tengah level 1-5, tapi ternyataa....waww, harus pelan-pelan makannya nih,haha
Nah kalo sekarang Hongkong wantan ramen ini hadir dengan macem-macem topping , favorit saya ekkado nih
Kunjungan kedua saya waktu lagi rame-ramenya menu sukisio nih, tapi saat itu saya hanya pesen take away saja agar bisa dimakan bersama keluarga di rumah. Dan yapp...salah satu ciri yang paling khas dari produk rumzat itu mie-nya..kenyal bangett, dan khas aja di lidah, kalo saya makan menu mie apapun dari rumzat sambil tutup mata deh, pasti langsung tau dehh..soalnya rasanya khass banget deh. Kuah kaldu dan topping uniknya pun enak, dari harga paket keluarga bisa milih topping banyak banget, apalagi ini pertama kali saya mencoba makanan suki seperti ini.
Ketiga kali saya mengajak teman saya untuk makan disini, ia memesan chicken apple curry rice ,saya pilih Philiphine Panchit (mie khas filiphina), saya pilih karena waktu itu menu ini adalah salah satu menu baru yang sebelumnya belum pernah liat, apalagi saya penasaran dengan makanan filiphina itu seperti apa.
Chicken Apple Curry, dari namanya aja udah bikin penasaran,ko bisa-bisanya ayam dicampur sama apel, gimana rasanya? Rasanya mantepp..rasa manis dari sari buah apel bikin kuah kari jadi makin gurih, nasinya pun dibentuk dengan unik .
Kalau Philiphine panchit, hampir bikin keinget sama hongkong wantan ramen, ya sekali lagi karena tekstur mie yang khas dari rumzat, tapi tentunya bumbu dan toppingnya yang berbeda, dan rasanya tidak terlalu pedas.
Saya seorang pegawai lapangan, kadangkala ketika jam istirahat bekerja saya dapat pergi ke tempat makan yang saya inginkan, pada satu hari saya pun berkesempatan untuk mencoba teokbokki di rumzat simplisio, teokbokki itu semacam kue yang terbuat dari beras tapi dikasih sambel kalau kata teman saya, jadi rasanya agak-agak pedas, dan banyak sekali saya denger kalao teokbokki di Rumzat Simplisio udah paling enak, dan saat saya coba sih emang mantep banget, ga kerasa pedesnya, tapi kuenya empukk banget, dan ga kerasa kalau misal yang lagi dimakan tuh kue, karena rasanya kenyang, kalau di indonesia kan kue sebagai hidangan penutup bukan utama, apalagi ada keju diatasnya (favorite!!)
Dan di bulan puasa kemaren akhirnya saya berhasil membawa teman-teman saya untuk buka puasa bareng disini, udah kaya party aja, segala dipesen sampei ada yang ga kemakan dan akhirnya minta dibungkus aja akrena udah pada kenyang juga, dari mulai Bibimbab, sukisio, jajangmyeon, korean cheese ramyeon, sushi sampai ayam bakar. Serunya makan banyakan, dan menunya beda-beda kita bisa saling nyomot makanan sebelah,hahaa...biar bisa saling nyobain rasanya kaya gimana aja. menu yang terasa berbeda adalah bibimbab, karena sebelumnya saya pernah nyoba menu ini di tempat lain, dan ternyata bibimbab disini disajikan dalam hotplate, dan rasa nasinya beda banget dari yang pernah saya coba terasa garing karena disajikan di hotplate namun kaya rasa. Dan sebenarnya saya penasaran juga dengan korean cheese ramyeon, tapi belum pernah berkesempatan untuk mencoba, akhirnya saya berhasil membujuk salah satu teman saya untuk memesan makanan tersebut,hehe
Kesan pertama temen2 saya sama dengan saya katanyan "buset ni kaya mau ujian aja disuruh ngapalin menu yah??"karena saking banyaknya pilihan .
Beberapa minggu kemudian, tepatnya setelah lebaran diumumkan beberapa menu baru yang beraliran Jepang kali ini, yaitu Ramen, Sushi dan Donburi yang akhirnya saat ini sudah menjadi menu resmi dari sushisio, namun lokasinya masih sama dengan rumzat simplisio. Banyak banget menu sushi yang unik-unik terutama waktu liat menunya sih sushi khasi Indonesia, seperti sushi kalimantan dan sushi rasa rendang, dll, Namun saya belum ada kesempatan buat nyoba nih,hehe..kalau yang menu ramen kemarin udah sempet coba yang butter tonyu ramen, kalau donburi yang Beef Yakiniki Donburi. Yang jelas tiap ada keluar menu2 baru di rumzat simplisio udah harus nyoba deh, pasti ditunggu-tunggu.
Saat ini jenis fotografi yang bergenre unik semakin bermunculan dan muncul sebagai komunitas, sebelumnya kita mengenal ada komunitas kamera lubang jarum, Toy Camera, Lomo, sampai sekarang komunitas kamera handphone pun sudah ada dan eksis dalam dunia fotografi, kecanggihan alat komunikasi yang ada sekarang ini serta hadirnya media sosial Instagram sebagai salah satu pemicu berkembangnya dunia fotografi belakangan ini.
Salah satu komunitas unik fotografi yang menjadi trend dalam 2 tahun terakhir sejak kehadirannya di Indonesia adalah fotografi levitasi.
Courtesy by @boyeaharyanto Model @Fan_Fin
Foto levitasi adalah foto yang membuat objek foto tersebut seakan melayang di udara,
Sebelumnya tentu sudah banyak yang membuat foto-foto seperti ini, namun memiliki perbedaan yang cukup dasar terutama pada gestur dan mimik muka sang objek yang haruslah tanpa beban, seakan-akan melayang sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda halnya dengan jump shoot atau foto lompat yang umumnya orang sering melakukannya bila sedang liburan di pantai seperti ini :
Photo courtesy by : @terra_ajah Model by @wildan666 dan @ellawulanlalala
Foto lompat atau jump shoot gerakan dan mimik mukanya lepas dan tidak terkontrol, dari pakaian pun terlihat tersibak, berbeda dengan foto levitasi yang segalanya diatur agar terlihat benar-benar seperti melayang ataupun (freezing) di udara.
Foto levitasi ini mulai populer di Indonesia sejak munculnya komunitas yang menamakan diri mereka Levitasi Hore, Levitasi artinya melayang, Hore artinya komunitas ini merupakan komunitas fotografi yang tidak terlalu mentikberatkan pada segi tekhnis memotret namun lebih ke pada having fun together, karena untuk dapat merekam foto levitasi ini diperlukan lompat juga yang kadang dilakukan di tempat keramaian dan dengan konsep yang lucu, hal inilah yang menjadikan foto levitasi menjadi menyenangkan, lagipula foto levitasi dapat dibuat dengan menggunakan kamera pocket ataupun HP sekalipun, asal dilakukan dengan cahaya yang cukup, contohnya pada siang hari sehingga otomatis shutter speed kamera pocket/HP akan menyesuaikan menjadi lebih cepat menangkap gambarnya.
Adapula komunitas fotografi unik lainnya yaitu komunitas light Graffiti/ light paint atau melukis dengan menggunakan media cahaya, bagaimana cara membuatnya?? cara untuk menangkap gambar yang dibuat dari cahaya adalah dengan menggunakan mode slow speed shutter/ BULB, cara ini sama halnya seperti menangkap gambar gerakan kendaraan di kota ataupun menangkap gerakan bintang di angkasa atau seringkali disebut dengan light trail ataupun star trail.
Untuk melakukan proses penggambaran secara manual dapat dilakukan dengan alat-alat yang memendarkan cahaya, seperti senter atau bahkan sinar dari layar HP pun bisa digunakan, asal dilakukan di tempat yang gelap total.
Nah bagaimana jadinya bila 2 jenis foto tersebut digabungkan??bagaimana bisa??
Foto levitasi membutuhkan banyak cahaya sehingga dapat mempercepat shutter speed kamera untuk mem-freeze moment sedangkan foto Light Painting membutuhkan tempat yang gelap dengan shutter speed yang berjalan lambat untuk merekam proses pembuatan gambar. Ini caranya!!
1. Alat yang perlu disiapkan (selain kamera tentunya ) diantara lain :
Tripod dianjurkan digunakan untuk meminimalisir shake atau guncangan, sehingga gambar yang terekam tetap jelas dan tajam, apabila tidak ada tripod bisa menggunakan permukaan datar lain yang berada di lokasi.
Finger light LED, sangat praktis dalam proses light painting karena terdiri dari berbagai macam warna dan cahayanya terpusat sehingga mudah dikendalikan.
NB : alat-alat lain yang memendarkan cahaya dapat juga digunakan seperti kembang api, senter, gunakan sesuai kebutuhan konsep.
Flash eksternal sangat membantu karena power yang bisa diatur dan lebih kuat daripada flash kamera,dan penempatannya bisa digunakan sesuai konsep dan kebutuhan.
NB: Jumlah Flash dapat dikondisikan sesuai kebutuhan
2. Settingan kamera, pada umumnya kamera DSLR lebih nyaman digunakan karena ada mode BULB yang bisa menyetel jumlah detik shutter seflexible mungkin sesuai keinginan, anmun kamera pocket pun dapat digunakan dengan memilih modus malam/ modus kembang api (berbeda tergantung merek) yang memiliki opsi untuk memilih berapa detik kecepatan shutter kamera
Untuk aperture kamera disetting di bukaan terkecil,untuk kamera pocket tidak semua memiliki settingan aperture, itu salah satu kelemahan kamera pocket sehingga kadang foto yang didapat jadinya over exposure.
3. Personil, personil yang ikut melakukan proses perekaman foto kombinasi "Light-Vitation" ini idealnya berjumlah 4 orang, sendiri juga bisa sih cuma pasti ribet,hehe
-1 orang fotografer
-1 orang pegang flash eksternal
-1 orang yang melakukan light painting
-1 orang model levitasi
NB: Untuk jumlah personil/unit dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan konsep
4.
Proses
Umumnya langkah-langkah perekaman "lightvitation" dibagi menjadi 3 :
Peraga by : @nunikayuls @cioonaldoo @febistefano @sidikfirdaus @iyemiciba
Untuk merekam "light-vitation" tetap harus berada di tempat yang keadaanya gelap total, agar light painting yang dihasilkan bagus dan model tidak terkena sumber cahaya yg lain. Pada prinsipnya untuk merekam model yang freezing di udara a.k.a Levitasi dengan menggunakan flash, jadi light painting dan levitasi dapat terekam dalam satu frame tanpa editing.
Warning : benar-benar pastikan tidak ada cahaya di belakang model (gelap total) karena akan membuat tubuh model menjadi transparan
Dan ada juga kekurangan pada kamera pocket selain waktu perekaman slow exposure yang terbatas, beberapa kamera tidak memiliki fasilitas pengaturan aperture sehingga kadang menjadi over eksposure
Paling hanya dapat dikurangi sedikit dengan post processing di photoshop
Banyak sekali gambar yang dapat dibuat dengan light graffiti membuat kombinasi foto levitasi-light painting makin asyik untuk di explore konsep uniknya.