Penulis: ILY 4% (ALIAS), Bandung
Editor: Irfan Noormansyah
Picture Courtesy of Falcon Pictures dan Max Pictures
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Film Milea: Suara dari Dilan, akhir trilogi film Dilan 1990,  tayang 13 Februari 2020. Ditunggu-tunggu oleh siapa? Entah itu penggemar Iqbaal Ramadhan, Vanesha Prescilla, atau pengagum Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Oh ya, barangkali ada juga penggemar Pidi Baiq yang menantikannya. Kalau mereka belum hilang feeling dengan pengejawantahan novel-novel best seller-nya Pidi Baiq, dalam film yang dikemas cheesy
Yang jelas-jelas menunggu premier penayangan film Milea, ya Max Pictures dong, perusahaan rumah produksinya Dilan. Kehangatan sambutan dari para penggemar, tentu sangat diharapkan produser, di tengah dahaga box office rilisannya yang lain. Sebut saja Surat dari Kematian, film ini hanya mencatatkan 70.508 penonton sejak penayangannya 9 Januari 2020 lalu di bioskop.
Film ini gagal terdongkrak meski dipasang di layar lebar nyaris bersamaan dengan Rasuk 2, film yang tergolong sukses dengan mengangkat satu lagi novel best seller Risa Saraswati. Rasuk 2 menutup layar dengan 376.561. * sumber filmindonesia.or.id. Begitu pun dengan Rembulan Tenggelam di Wajahmu, yang tayang Desember 2019, tidak menembus satu juta penonton acan meski sudah menggaet Anya Geraldine. Oleh karena itu, tidak berlebihan kelihatannya ketika Max Pictures dan para penyelenggara event menyemarakkan, atau dalam Bahasa Sunda-nya ‘ngareuah-reuah’ kehadiran film Milea, dengan sampai membuatkan parade.
Tidak puas berpromosi cuma dengan baliho Milea cuddle-an sama Dilan yang gede-gede se-Indonesia. Dijanjikannya, akan ada konvoi keliling Kota Bandung. Lalu ditasbihkannya-lah 13 Februari 2020 sebagai Hari Milea
"Tahun lalu kita bikin Hari Dilan, dan tahun ini bikin Hari Milea. Melihat respons masyarakat, jadi pada 13 Februari nanti saat pemutaran serentak sekaligus kita tetapkan sebagai Hari Milea," ucap Sutradara Milea: Suara dari Dilan, Fajar Bustomi, dalam sebuah wawancara dengan wartawan. *Liputan6.com
Benar-benar hari yang dinantikan (oleh Fajar dan Max Pictures tentunya). Di mana akan banyak sekali kelompok pemotor berseragam kaus merchandise Dilan iring-iringan di jalan-jalan Kota Bandung, yang juga pasti akan diiringi bus wisata ‘kaleng tanggung’ Bandros, dan sosok Milea juga Dilan melambai tangan di atasnya. Membayangkannya saja sungguh mengesankan. Apalagi jika rute paradenya agak belok sedikit, sampai ke Kopo.
Jika di Jalan Wastukancana, Dilan dadah-dadah, dan sekelompok pelajar SD Banjarsari mengelu-elukannya sepintas, karena mobil melaju cukup kencang. Lain halnya di Kopo. Dalam 15 menit Dilan-Milea dadah-dadah, para pegawai pabrik yang dari tadi memotretnya dengan kamera smartphone Android bisa mengabadikan cukup lama. Macet Bro, kelompok patwal juga susah menerobos sempitnya belokan Dayeuhkolot.
Meninggalkan Kopo, yang ketika menyebutkan nama jalannya saja sudah ngantuk, konvoi menembus Majalaya untuk ke Rancaekek. Di sana, Dilan, Milea, dan kawan-kawan akan dibawa menelusuri Bandung era 1990 yang sebenarnya. Masih banyak kendaraan bermodol,  alias delman berseliweran. Abu industri bercampur dengan debu aspal yang mengelupas membuat udara di Bandung tidak seromantis di film. Makeup dan skincare Iqbaal-Vanesha berubah menjadi hinyai.
Bandung romantis teh, kalau Dilan dan Milea motoran malam-malam saja, paling cuma keganggu dedek-dedek main GrabWheels. Tapi mana tahu Milea soal macet, konvoinya pun seringnya kan pakai patwal.
Sepelemparan batu lagi ke Rancaekek Trade Center untuk promo film, Milea dan kawan-kawan akan dibuat kaget. Pemeran Wati pun berkata kasar, “anjir Kahatex-na ge banjir.” Sungguh mematahkan quotes, “…dan Bandung bagiku bukan cuma urusan wilayah belaka” tea.
*
Penetapan Hari Milea ini diumumkan di media massa. Sebuah akun Instagram media online di Jawa Barat, @pikiranrakyat juga turut mewewarakannya, dengan memasang foto Ridwan Kamil, istrinya Atalia Praratya, diapit oleh Vanesha dan Iqbaal. Entah apa tendensinya memasang foto Pak Gub di situ, tapi kelihatannya netizen di kolom komentarnya, malah jadi fokus seolah Ridwan Kamil yang mencanangkan Hari Milea.
“asteukud sih pak sejujurnya huhuy”, tulis akun fsynrn_,yang artinya ‘kayaknya enggak perlu deh Pak’.
Kalau akun supriyanto_adi bilang, “Mending artisnya bawa keliling kang RK dari rancaekek sampai dayeuhkolot baleendah terus berenang dicitarum, rakyat kebanjiran sibuk promosi film...mirisss”.
Begitu juga rianto498 hebat gaduh pamingpim teh, rahayat nuju lieur k banjir, ieu malah konvoii,,”

Idih, padahal kan yang mau konvoi bukan Pak Gub. Pak Gub tuh sibuk tahu enggak? Kemarin-kemarin saja baru bikin goyang ubur-ubur di TikTok sama Boy William. Lagian apa sih urgensi Ridwan Kamil bikin Hari Milea? Memperingati perjuangan perempuan Sunda yang jadi pahlawan nasional Dewi Sartika saja, belum sanggup.
Bertahun-tahun diusulkan, setiap awal Desember kembali diwacanakan, tetap tidak ada peringatan khusus untuk wanoja yang mendirikan sekolah pertama untuk perempuan pribumi di Indonesia ini.
Tidak ada kepentingan spesial Ridwan Kamil dalam turut mempromosikan film Dilan. Meski tidak dimungkiri ada simbiosis terjadi ketika sebuah promo menggunakan jasa influencer tanah air, dengan pengikut Instagram 11,4 juta ini. Film Dilan 1990 mampu menjadi film terlaris pada 2018 dengan 6,2 juta penonton.
Kiranya sama sekali tidak ada tendensi politis apa-apa. Meski tahun lalu sebuah titik di GOR Saparua yang ikonik, dinobatkan Emil sebagai Pojok Dilan. Sungguh momen yang baik dalam merebut suara hati para milenial untuk 2024 mendatang.
Memang unik Bandung atau Jawa Barat ini. Responsif terhadap permintaan yang unik-unik. Seperti misalnya mengizinkan parade film, yang seolah-olah jadi identitas daerah ini. Maka warga Bandung mestinya tak usah terganggu dengan Hari Milea. Sebab biasanya pencanangan sebuah hari khusus, adalah untuk memperingati simbolik identitas warga daerah itu sendiri.
Misalnya Hari Sampah Nasional. Momentum meledaknya gunung sampah di TPA Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, 21 Februari 2005 dicanangkan jadi hari sampah. Supaya kita ingat, peduli, dan beraksi mengelola sampah terpadu berkelanjutan.
Nah, jika Dewi Sartika tidak lagi mewakili semangat perempuan Bandung dalam pendidikan, ya sudah jangan dipaksakan. Mungkin Milea sangat representatif terhadap kondisi cewek Bandung saat ini.
Cantik, putih, bersenyum manis, badan sintal, sudah.
Mari kita ikut ngareuah-reuah saja.***


Tulisan dikirim oleh seorang kawan yang lahir, dan berkegiatan sehari-harinya di Kota Bandung tercinta.