“Kamu mau?” tanya saya.“Ya..kalau kamu mau, aku juga hayu,” jawab Lia.“Tapi kalau bisa, ajak temen kamu juga, biar jadi bertiga.”
Dialog yang sedikit mirip percakapan di film “Jomblo” ini
benar-benar terjadi malam tersebut, namun tentu dengan cerita yang sangat
berbeda. Malam itu di hadapan kami berdua tergeletak secarik kertas. Bagian
atas kertas tersebut bertuliskan “Daftar Menu” yang lengkap bertuliskan nama-nama
makanan beserta harganya. Hal yang
membuat Lia meminta saya untuk mengajak seorang teman adalah karena harga salah
satu menu yang mencapai Rp.150.000. Tadinya agar udunan masing-masing per orang menjadi lebih ringan, maka kami
perlu satu orang tambahan yang dapat ikut berbagi rasa bersama kami. Namun
karena kami berdua tak dapat menemukan satu orang pun yang bisa mampir ke
tempat kami, maka jadilah harga menu yang memiliki nama “Papeda & Ikan Kuah
Kuning” tersebut kita tanggung berdua saja.
Kedatangan kami malam tersebut awalnya ingin bertemu sang
pemilik restoran. Lia yang berencana membuka bisnis di Papua membutuhkan banyak
informasi mengenai kondisi demografisnya. Akan tetapi Pak Sukamto yang saya
kenal melalui pekerjaan sedang tidak berada di tempat pada saat itu. Tanggung
sudah mampir ke restoran yang diberi nama Danau Sentani Resto tersebut.
Akhirnya kami mulai melirik menu dan menjatuhkan pilihan pada salah satu menu
khas Papua yang membuat kami merogoh kocek seratus lima puluh ribu rupiah.
Tak sampai 15 menit, “Papeda dan Ikan Kuah Kuning” pun hadir
di meja makan. Menu ini dihidangkan dalam 3 wadah yang berbeda. Wadah pertama
yang berupa mangkuk besar berisikan penuh dengan Papeda yang tampak sangat
bening dan transparan, sedangkan dua wadah lainnya berisikan tumis kangkung dan
ikan kuah kuning. Porsi makanan tersebut sangat banyak, sehingga saya rasa
kalaupun kami jadi mengajak satu orang teman lagi untuk makan bersama tetap
akan cukup. Sebelumnya, saya sudah tahu kalau papeda merupakan bubur yang
terbuat dari sagu dan memiliki tampilan yang bening, mirip seperti adonan lem
yang baru saja dimasak. Namun yang tidak terbayangkan adalah tingkat
kekenyalannya yang luar biasa, sampai saat waiter menghidangkan menu ini, ia
langsung memberikan tutorial untuk mengangkat makanan ini ke piring
masing-masing. Ia memperagakannya dengan mengambil dua sumpit yang kemudian
ditancapkan ke dalam papeda, kemudian diangkatnya kedua sumpit tersebut sambil
diputar-putar hingga sejumput papeda terlepas dari mangkuk.
Papeda dan Ikan Kuah Kuning |
Papeda sendiri sebenarnya merupakan makanan pokok khas
Maluku dan Papua. Dikarenakan tanah di sana tak cocok untuk menanam padi, maka
dari itu mereka membuat papeda. Setelah mencoba menyantapnya, ternyata papeda
ini terasa sangat ringan. Sudah 4 kali suap, sama sekali tak membuat kenyang.
Sepertinya kandungan gulanya rendah sekali, jauh berbeda dengan kita menyantap
nasi. Kalau kata Lia, rasanya datar, kaya nggak makan apa-apa. Memang benar sih
rasanya sangat plain, makanya papeda
ini disajikan dengan ikan kuah kuning yang gurih. Ikan kuah kuning ini bukan
spesies ikan, tapi merupakan sebuah cara menghidangkan ikan. Ikannya sendiri
dapat menggunakan ikan tongkol, ikan patin, ikan kakap ataupun ikan lainnya. Selain
ikan kuah kuning, ada juga tumis kangkung yang rasanya sangatlah lezat dan
menjadikan menu papeda ini menjadi tepat. Bagi saya, tumis kangkung yang
disajikan bersama papeda ini adalah yang paling enak yang pernah saya coba. Ada
sedikit rasa pedasnya, namun pas, tidak sampai menghilangkan rasa lezatnya.
Tanggung penasaran, sebagai penutup kami pun memesan satu
buah Abon Gulung yang juga merupakan cemilan khas Papua. Dinamakan demikian,
karena persentase abon lebih besar dibandingkan dengan roti yang menggulungnya.
Abonnya pun tentunya sangat berbeda dengan abon-abon yang banyak ditemui di
bubur atau nasi kuning. Rasanya lebih cenderung manis, dan menyatu dengan roti,
cocok untuk hidangan pencuci mulut. Tadinya kami ingin menambah petualangan
kuliner Indonesia Timur ini dengan memesan segelas Kopi Papua yang terkenal sangat
strong. Namun kami sadar, bila kami
meneruskannya, hari-hari ke depan hanya akan diwarnai dengan segelas energen
dan indomie rebus untuk memenuhi nutrisi dasar harian hidup.
Abon Gulung |
Secara keseluruhan, menu “Papeda dan Ikan Kuah Kuning” ini rasanya
sangat memuaskan. Mungkin suatu saat saya akan menyantap menu ini, tapi
sepertinya menunggu diberi gratis terlebih dahulu, karena mengeluarkan uang sebesar
itu hanya untuk makan akan membuat saya berpikir ribuan kali. Tapi untuk
memuaskan rasa penasaran, cukup lah. Secara bila mengunjungi langsung daerahnya
akan menghabiskan waktu dan biaya lebih mahal lagi.