Iya, jajan. Sejak kami memutuskan pergi ke IKEA Kota Baru Parahyangan Bandung. Kami sudah menjuduli perjalanan ini dengan “jajan” bukan “belanja”. Mungkin itu pula yang ada di benak ribuan orang lainnya yang mendahului kami bertandang ke sini. Bukan tidak cukup menarik, tapi setidaknya untuk saat ini, saya dan istri bukan segmen brand tersohor dari Swedia ini.
Kurang lebih 22 Km atau sekitar satu jam
berkendara roda dua dari kediaman. Namun jelas pernyataan ini bukan sebuah
pilihan, mengingat anggota keluarga kami yang ketiga baru genap tujuh bulan
usianya. Karena roda empat belum dipunya, maka moda massal menjadi opsi tunggal.
Berkereta sebetulnya bisa jadi alternatif
yang bisa memotong durasi perjalanan menjadi cepat, namun menjadi tidak ekonomis
karena harus meneruskan perjalanan dari stasiun dengan taxi online.
Hasil pencarian kami di mesin pencari menggerakan algoritma hingga muncul “bisikan” kalau dengan bus teranyar Dishub, yakni Trans Metro Pasundan (TMP), niscaya langsung sampai parkiran. Rupa-rupanya kerja sama TMP dengan IKEA ini kece bener. Tak heran, dari semua armada TMP yang rehat di Halte Alun-Alun Bandung, hanya TMP jurusan Kota Baru Parahyangan yang waktu ngetemnya tidak sampai 2 menit. Penumpang berjubel, tapi dengan sigap berhasil dibatas oleh petugas. Bukan cuma karena tujuannya yang hits, tapi juga karena hingga saat cerita ini ditulis, biayanya masih nol alias gratis. Asalkan, aplikasi smartphone Teman Bus ataupun kartu uang elektronik ada di tangan. Walaupun tidak akan sampai mengurangi saldo.
Naik Trans Metro Pasundan Dapat Menggunakan E-Money |
Bus yang penuh terbilang masih dalam tahap
nyaman. Hanya sekitar tiga orang yang menggenggam hanger, termasuk saya.
Sementara istri dan anak tentunya mendapat kursi privilege. Untungnya
tidak seperti naik DAMRI di medio pra-2010. Bus penuh pun, Anda tetap bisa
bergelantungan di pintu yang dibiarkan terbuka. Maka jangan tanya dari mana
datangnya kekuatan generasi sandwich menghadapi tekanan dari berbagai
sisi. Kami sudah biasa menggantungkan hidup pada 3-4 jari tangan di sela-sela
semerbak bau ketiak.
Saat bus berjalan, saya memilih melepas
hanger dan bersandar ke kaca, sambil menyimpan kaki di antara tangga dan kap
mesin yang rupanya sekarang sudah menyusut ukurannya. Istri saya heran, dia
bilang bisa-bisanya saya berdiri di bus dengan bersandar saja, tanpa takut
jatuh. “Pengalaman yang berbicara”, jawab saya singkat.
Dari posisi saya, dengan mudahnya saya
dapat memindai siapa saja orang-orang yang naik, dan langsung bisa menyimpulkan
kalau sekitar 80% orang yang naik berbarengan dengan kami memang punya tujuan
akhir ke IKEA. Tau dari mana? Simple saja, dandanannya jelas seperti akan
berwisata. Bapak-bapak bercelana chino pendek, berkaos polos, dengan sneakers
bersama istrinya, tentu bukan ingin berobat ke RS Cibabat. Serta gerombolan
remaja putri yang mungkin sudah mahasiswi menenteng tote bag, dan mengenakan bucket
hat, tentu juga bukan ingin mancing di Situ Ciburuy.
Mushola IKEA Kota Baru Parahyangan |
Nyaris satu jam berlalu tanpa kepadatan
jalan yang berarti, kami tiba di halte Kota Baru Parahyangan yang jelas ueenak
sekali untuk para supir bus beristirahat. Dari tempat mereka memarkirkan
busnya, ada mushola yang walau terletak dekat parking lot dan hampir
membuat saya menurunkan penilaian terhadap tempat ini, dalamnya ternyata
estetik, bersih, dan sangat wangi. Ada air humidifier pula di pojok
ruangan. Padahal, saat melihat lokasi pintu masuk mushola dari kejauhan, saya
sudah membayangkan mushola kumuh nan sempit seperti di beberapa mall yang ada
di Bandung.
Buat ukuran orang Bandung seperti kami yang
tempat hangout-nya tidak secanggih tempat-tempat di SCBD ataupun area lainnya di Jabodetabek, IKEA ini menjadi portal masuk singkat ke dunia yang
berbeda. Arsitektur cantik nan megah, vending machine every needs and
everywhere, infografis dwilingual, dan yang paling mengejutkan sebetulnya,
harga-harga jajanan yang murah, bahkan lebih murah dari kebanyakan menu café
atau coffee shop di tengah Kota Bandung.
Salah Satu Signature Wall dari IKEA Kota Baru Parahyangan yang Sering Dipakai Latar Berfoto Pengunjung |
Espresso 15.000, Ice Cream enam ribu, Aqua
seliter delapan ribu. Jajan pake uang 20.000 ternyata masih bisa kembalian di
sini. Padahal bayangan kami waktu berangkat tuh yaa siap-siap tiga lembaran
merah muda meluncur keluar. Wajar kan ekpektasi jajan di Kota Baru Parahyangan yang notabenenya
komplek orang berduit mah pasti keluar segituan. Etapi makan siang bertiga bisa
seratus ribuan lebih dikit. Nggak akan dapet tah kalau jajan di café
mah.
Jadi seratus ribu dapet apaan? Mari kita breakdown satu per satu! Nunggu ini kan sejak dari membaca judul?
Karena bawa si bayi, maka kami pun harus bijak memilih menu yang bisa dimakan bersama. Mulai dari tiga pcs paha ayam yang totalnya cuma Rp25.000, mohon maaf nih Sabana, Hisana, dan sajabana, yang ini lebih murah. Chicken drumstick ini bisa dinikmati dengan additional cheese sauce seharga hanya Rp5.000 yang rasanya lebih cheese dari yang jagonya cheese itu. Lalu kami juga menambahkan 1 pc tempura seharga Rp10.000 yang walau bisa lebih hemat kalau membeli 3, kami tetap membeli satu, soalnya saya alergi udang, jadinya istri cuma pesan 1, daripada nanti terbuang. Selain itu kami juga membawa ke meja seporsi salad seharga Rp10.000 dan mayonnaise-nya yang dijual terpisah seharga Rp4.000.
Untuk dessert, kami membawa egg tart yang filling-nya super soft dan thick seharga Rp10.000, sungguh lebih worth buy ketimbang beli yang sering dijual di supermarket. Terakhir, signature menunya IKEA nih, Swedish Meatball versi Kid Combo Rp40.000, kami pesan yang kid combo, karena penasaran aja, soalnya yang reguler harganya lumayan coy! Walau akhirnya kami menyesal juga tidak memesan yang reguler. Airnya? Bawa tumbler isi air mineral dari rumah sajaa, haha. Alhasil total makan siang buat bertiga cuma kena Rp104.000 bersih. By the way, manajemen mereka lihai sekali menerapkan strategi pricing-upselling, hampir di setiap menu ada pilihan jauh lebih murah dengan membeli tambahan jumlah item.
Suasana area makannya kurang lebih seperti suasana kantin dengan bangku-bangku serupa berjajar rapi. Ambil makannya pun dibuat bak meja prasmanan yang beberapa menunya dibantu oleh petugas, tapi dengan view yang diset menghadap ke sisi alam Kota Baru Parahyangan yang jarang terlihat orang. Anggap saja lah view Skandinavia. Lalu ada sudut tempat duduk satu satu sisi dengan meja panjang. Sebuah alternatif untuk orang-orang yang datang sendiri. Seandainya saja IKEA dekat ke Laswi, mungkin saya bisa numpang kerja tiap hari.
Area Makan Kota Baru Parahyangan dengan Konsep Kantin |
Solo Corner di Kantin IKEA Kota Baru Parahyangan |
Menu paling menarik dan bikin penasaran tentu saja Swedish Meatball yang belakangan saya ketahui dari Instagram Story kawan-kawan. Memang jelas beda dibanding rasa dan tekstur baso di Indonesia, apalagi bahannya plant-based, yang artinya dibuat sintetis dari jamur dan kedelai. Walaupun begitu, tercium bau sapi yang kuat, dan rasanya betul-betul seperti bakso sapi. Bahkan kalau tidak diberi tahu, istri saya tidak akan pernah sadar kalau basonya ini baso orang vegetarian. Rasanya betul-betul seperti daging, namun berserat. Hidangan ini disiram mushroom sauce dan selai strawberry. Iya betul, selai strawberry yang biasanya kita ditemukan dioles di atas roti. Entah memang hanya di menu Swedish Meatball IKEA, atau memang budaya bawaan Swedia, tapi yang pasti, di luar dugaan rasanya enak dan tidak menjadi aneh. Selainya memberi rasa fresh pada hidangan, tanpa membuatnya menjadi baso asam manis. Swedish Meatball ini dihidangkan bersama mash potato dan kacang polong, empuk dan lembut, sehingga bisa dimakan anak saya. Untuk versi Kids Combo ini basonya hanya diberi 4 pcs, setengahnya porsi reguler.
Namun yang lebih
berkesan adalah bonus finger puppet yang diberikan ke kami secara cuma-cuma
setelah membayar semua pesanan. Berkesan karena kami punya anak balita yang
memang sedang butuh mainan seperti itu. Belakangan pun saya sempat mencari hand
puppet ke toko-toko boneka, tapi
tidak ketemu. Kok bisa pas gitu ya? Sesuatu yang didapat di luar dugaan memang
menjadi lebih berkesan.
Titta Jur, Seri Finger Puppet dari IKEA |
Di sekeliling
tempat makan, ada beberapa product placement yang cukup menarik
perhatian saat sedang bersantap. Cukup cerdas penempatannya, sehingga setelah
makan dilanjut bisa ke sesi window shopping, walaupun masih tidak cukup
memaksa kesadaran kami untuk belanja 1-2 barang yang harganya cukup miring
hingga di bawah Rp30.000. Seperti satu set perabotan plastik seharga Rp24.900,
atau taplak pot seharga Rp12.000, kita juga bisa membeli tote bag seharga
delapan ribuan. Bahannya terbuat dari bahan seperti karung, tapi tentu saja
dengan branding IKEA. Setidaknya lebih terjangkau ketimbang tas-tas yang
dijual di mini market yang harganya bisa sampai puluhan ribu.
Window
shopping pun berlanjut dari level puluhan ribu ke
barang-barang bernilai ratusan ribu hingga jutaan, yang tentunya lebih mudah
lagi untuk kami lewati. Dilewati bukan tidak menarik, tapi atas dasar
kesadaran. Kalap belanja rasa-rasanya tidak mungkin kejadian, karena akan
langsung diingatkan mesin ATM.
Salah Satu Sudut Showroom IKEA Kota Baru Parahyangan |
Seperti
kebanyakan orang yang berada di rak warehouse lantai 1, kami pun
melakukan mandatory shoot di koridor gudang hingga menghasilkan sepasang
foto yang sudah menghiasi feed Instagram istri. Percayalah, di setiap koridor Gudang
terdapat minimal ada satu grup pengunjung yang sedang berfoto.
“Enak bangett,” begitu kata istri saya
setelah balik dari toilet menjelang pulang. “Nahaa jol..jol enak balik ti WC
teh”, balas saya. Rupanya tersedia juga ruangan mom and baby care yang
di dalamnya ada sofa. Bener-bener deh, jadi gini experience store tuh.
Datang ke toko dapet pengalaman menyenangkan. Lalu karena hati senang, kemudian
jadi suka juga produknya. Buat yang saldo rekeningnya berkecukupan langsung
cuss bawa pulang, buat yang tidak, lebih baik sadar tidak menambah utang.
Koridor Warehouse IKEA, Spot Favorit untuk Berfoto |
Karena kami masuk kategori kedua,
beranjaklah segera menuju gate keluar yang tepat di sampingnya terdapat ice
cream machine yang kali ini cukup membujuk kami menyisihkan kembali sedikit
uang untuk membawa dua plant-based soft ice cream yang satunya seharga
enam ribu rupiah. Soal rasa, sebelas dua belas lah dengan mekdi punya. Tapi
hanya rasa vanilla yang cukup recommended, yang rasa pisang,
sedikit berasa cukup aneh. Snack yang tepat untuk dinikmati sambil menunggu bus
TMP di parkiran IKEA bergerak Kembali menuju Alun-alun Bandung. Agak takut juga
kehabisan bus, karena seingat saya, dulu DAMRI beroperasi hanya sampai pukul 6
sore. Tapi rupanya, bus TMP yang sudah seperti shuttle bus exclusive IKEA
ini masih melaju hingga pukul 9 malam, sesuai dengan jam operasional IKEA Kota
Baru Parahyangan.
Total hari ini, kami hanya mengeluarkan
uang 116.000 untuk berwisata ke IKEA. Paling tambahannya hanya bayar biaya
parkir yang seharusnya tidak sampai lebih dari 10.000. Iya, kata “seharusnya”
disematkan karena terjadi hal yang tidak seharusnya. Karena ternyata, total
biaya parkir hari ini mencapai 21.000 rupiah. Rupanya biaya parkir per jam
untuk sepeda motor kini sudah 3.000 per jam. Yes, buat Anda-anda yang berminat
mengikuti jejak kami, lebih baik mencari tempat parkir lain di sekitaran.
Exit Gate Kota Baru Parahyangan |
0 komentar:
Posting Komentar