Sandwich Telur Ceplok di Bumi Siliwangi

Dua helai roti tawar dipotong segitiga dan berisikan telur ceplok, menu makan siang yang tidak biasa di satu sabtu, Bulan Agustus 2005. Untuk saya itu kali pertamanya menyantap sebuah jenis makanan bernama sandwich tanpa tau kenapa dinamakan demikian, apa bedanya dengan burger dan roti tawar selai berlapis, apalagi telur ceplok bukan isian yang umum. Dan itu sekali-kalinya Ibu saya membuatkan menu demikian, hanya untuk memenuhi tugas yang disyaratkan dalam acara orientasi mahasiswa baru.



Terik siang gersang dan sebuah gedung olahraga besar yang disesaki ribuan orang menjadi perkenalan pertama saya sebagai mahasiswa baru di sebuah kampus yang sering orang pelesetkan sebagai Universitas Padahal IKIP, karena sebelum namanya yang sekarang, kampus ini dikenal sebagai institusi pendidikan di Kota Bandung pencetak calon guru yang populer dengan nama IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Kampus UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) sering dinamakan kampus Bumi Siliwangi, setelah bangunan art deco dan tanah sekitarnya yang menjadi ciri khas kampus ini dibeli pemerintah, namun tetap saja bangunan ini lebih sering disebut dengan nama Villa Isola sampai sekarang, nama yang digunakan saat sang pemiliknya Dominique Willem Berretty masih hidup. Bumi Siliwangi sendiri kini lebih sering diingat sebagai nama lain kampus utama UPI yang berada di Jalan Setiabudi Bandung daripada nama pengganti untuk Villa Isola.

Kaki saya merasakan bahwa kampus Bumi Siliwangi ini luar biasa sangat luas, setidaknya yang pernah saya kunjungi. Terasa sangat jomplang rasanya ketika sebelumnya saya bersekolah di sebuah sekolah menengah yang ukurannya bahkan hanya seukuran dari luas masjid kampus ini, belum terhitung bagian terasnya.
Belum ada fakultas ekonomi saat itu, baru ada ekonomi sebagai jurusan dengan 6 program studi di dalamnya. Sebuah gedung tua 3 lantai, menjadi basecamp mahasiswa keenam program studi tersebut. Satu ruangan yang dikenal dengan Ruang C menjadi ruangan kelas yang paling sering digunakan mahasiswa Program Studi Manajemen Non-Dik, disebut non-dik karena di UPI banyak sekali program studi yang menggunakan nama manajemen ; Manajemen Pariwisata, Manajemen Perkantoran, Manajemen Bisnis, terus program studi Manajemen yang menghasilkan lulusan sarjana ekonomi harus disebut dengan program studi “Manajemen Aja”?


Bumi Siliwangi 2005 sangat jauh berbeda dengan Bumi Siliwangi 2016, kala itu masih sangat banyak lahan kosong yang dibiarkan menganggur Jadwal kuliah yang menggunakan berbagai gedung yang letaknya berjauhan menjadi hal yang tak terlupakan di masa awal kuliah. Ketika Jadwal kuliah di pukul 7 pagi berlokasi di Ruang C yang notabenenya terbilang dekat dengan gerbang, pukul 9.30 kami mahasiswa mesti hiking ke arah Gymnasium yang terletak di ujung kampus dan menanjak. Ruangan perkuliahan yang masih sedikit, namun program studi yang terus bertambah menjadi kendala yang diselesaikan dengan mempergunakan berbagai ruangan tidak terpakai untuk dijadikan ruang kuliah. Gedung gymnasium hanya salah satunya, di sebelah gedung tersebut terdapat sebuah gedung kecil yang dinamai gedung ex-sat, ex-sat merupakan singkatan dari ex-satpam, yang konon katanya dulu digunakan sebagai basecamp para Satpam yang bertugas di UPI. Satu gedung lainnya yang menjadi kenangan tempat perkuliahan yang tidak dirasakan angkatan-angkatan setelahnya adalah gedung sekolah SMK Vijaya Kusuma, yang sering disingkat dengan sebutan Viku. SMK Viku terletak tepat di seberang kampus Bumi Siliwangi.

Satu yang bisa saya banggakan kepada teman-teman saya yang berkuliah di kampus lain adalah, “kampus Urang mah aya kolam renang jeung lapangan sepakbola-na”. Sebuah kolam renang dengan tiket masuk seharga sepiring nasi, telor ceplok dan tempe orek di Warteg Harjay (Harapan Jaya) sudah cukup untuk berenang sepuasnya nepikeun ka tutung. Tepat di bagian depan kolam renang, terdapat sebuah stadion sepakbola dengan kualitas perawatan yang cukup baik dan seringkali digunakan oleh tim sepakbola kebanggaan rakyat Jawa Barat Persib Bandung untuk berlatih. Kala itu Persib diperkuat oleh kiper impor dari Thailand, Kosin Hattairattanakool yang menjadi idola. Setiap sesi latihan selesai, Bobotoh dari kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi yang jadi penggemar sepakbola dadakan sudah mengantre untuk mendapatkan foto bersama atau sekedar minta tandatangan. Satu arena olahraga lainnya yang dimiliki Bumi Siliwangi adalah Stadion Santiago Berdebu, pelesetan dari Stadion kebanggan klub Real Madrid Spanyol, Santiago Berneabau. Kondisi lapangan yang berdebu romantis tanpa rumput dan tribun yang membuat orang menjulukinya demikian. Keberadaan arena olahraga di UPI bukan tanpa sebab, karena di kampus ini jurusan pendidikan Olahraganya sangat tersohor mencetak atlit dan para guru olahraga. Tentunya untuk memaksimalkan fasilitas yang ada, mahasiswa jurusan non-olahraga pun diberdayakan sebagai bahan experiment kurikulum olahraga. Sebanyak 3 SKS dari total 144 SKS yang harus diambil selama masa perkuliahan mesti disisihkan untuk berlari dan berenang di arena yang disediakan.
Mungkin hal yang masih sama antara hari ini dan satu dekade lalu adalah tempat nongkrong, UPI Net masih menjadi primadona lokasi hangout favorite, namun entah system penggunaan internetnya seperti apa sekarang. Dulu di awal perkuliahan saya harus mengantri berjam-jam untuk registrasi penggunaan UPI Net lewat KTM (kartu tanda mahasiswa). KTM tersebut berisikan 2000 credit point yang setara dengan 2000 menit penggunaan fasilitas internet selama masa perkuliahan, yang nyatanya 2000 credit point tersebut bahkan tidak pernah bertahan sampai setahun  masa perkuliahan. Setiap akan menggunakan fasilitas UPI Net, KTM yang dimiliki digesek layaknya kartu kredit untuk dapat login di dalam salah satu unit komputer dengan waktu penggunaan maksimal dalam sekali login hanya 120 menit, yang nyatanya banyak mahasiswa yang rela mengantri kembali untuk login demi mendapatkan internet gratis tak terbatas, jaman dimana Steve Jobs bahkan belum menemukan Iphone. Dan UPI Net lah saksi tak bernyawa dimana saya belajar menggunakan Yahoo dan Friendster, yak Friendster bukan Facebook, dan sebuah akun yahoo bernama cukup alay.


UPI, satu perguruan tinggi yang dulu terkenal cukup hemat biaya kuliahnya (kala itu). Dengan biaya pendaftaran hanya kurang dari 2 juta rupiah, semua biaya sudah beres dan sudah bisa mendapatkan sebuah kalender dan jas almamater, sedangkan SPP yang harus dibayarkannya per semester hanya sebesar Rp. 625.000 termasuk uang praktikum. Silakan dibaca baik-baik khusus bagi mahasiswa yang masih berkuliah saat ini.

Fasilitas Koran lokal yang dijual di Koperasi Mahasiswa dan dapat dibeli cukup dengan mengeluarkan selembar uang kertas bergambar Kapiten Pattimura pun menjadi fitur favorite saya. Tak lupa segelas  jus Alpukat ukuran large dengan harga 3 ribu rupiah yang ikut menemani selama memindai Koran sampai habis. Sayang mereka tidak menyediakan sandwich telur ceplok, dua lapis roti berisikan manfaat protein dengan sambal sachet melengkapi. Layaknya cerita empat tahun setengah di Bumi Siliwangi, berisikan banyak manfaat namun berbumbu sedikit pedas disana sini.

0 komentar:

Posting Komentar