Review Film “Mudik”: Road Film yang Muram Sekaligus Emosional

Baru pertama kalinya saya menonton film road trip yang diawali dengan penuh kemuraman. Gelap. Nyaris seperti pembawaan film DC Universe. Bandingkan saja dengan kebanyakan road film lainnya seperti “Kulari ke Pantai” atau “3 Hari Untuk Selamanya.” Walaupun ada konflik di dalamnya, film perjalanan selalu diawali dengan keceriaan. Bahkan termasuk film horror / slasher, awalnya pasti asyik-asyik dulu.




Dengan judul yang singkat dan cukup gamblang, Mudik memang langsung memberikan ekspektasi bahwa film ini bercerita tentang perjalanan pulang kampung yang menjadi budaya menjelang hari raya Idul Fitri di Indonesia. Walaupun ternyata, bukan itu ide utama yang ingin disampaikan Adriyanto Dewo yang duduk di kursi penulis skenario sekaligus sutradara film tersebut. Di sini, “mudik” justru hanya berfungsi sebagai latar waktu. Kalaupun misal film ini mengambil momen waktu yang berbeda, sepertinya nggak bakalan berpengaruh langsung deh ke dalam alur cerita. Walaupun, scene salat Ied di padang pasir memang terasa epik. Tapi impact-nya buat saya hanya sebatas impact visual semata.


Jalan cerita yang cenderung lambat di awal, sebetulnya cenderung memberi sedikit beban di kelopak mata. Tapi saya membayangkan juga, seandainya film Mudik tayang di bioskop dengan audio puoll, film ini akan jauh lebih menyenangkan. Karena adanya sedikit adegan dengan taste suspend di film ini yang dari lambat, tiba-tiba ke cepat, lalu menjadi menegangkan.


Dari sisi akting, Ibnu Jamil dan Putri Ayudya sukses membawa kemuraman Mudik dari awal sampai memuncak di bagian akhir. Masalah dan konflik, hadir secara bertahap, hingga kemudian meluluhlantakan emosi semakin mendekati ending. Oh..ya penampilan Asmara Abigail sebagai gadis Jawa yang lugu di film ini sangat mengingatkan saya pada perannya di “Perempuan Tanah Jahanam”. Apalagi dengan setting tempat di pedesaan. Sepertinya, kualitas aktingnya jauh lebih terasa dengan peran tersebut, ketimbang dengan menjadi “gila” seperti di “Gundala”.


Baca juga: Menguji Kejahanaman Perempuan Tanah Jahanam (No Spoiler Review)

Baca juga: Review Film Gundala: Simbol Perlawanan Rakyat Untuk Penguasa (No Spoiler!)


Mudik tayang exclusive di layanan streaming Mola TV mulai 28 Agustus 2020. Sesungguhnya, saya jadi meng-install Mola TV pun agar bisa menonton film ini. Untungnya, memang ada paket khusus untuk menonton Mudik tanpa berlangganan. Cukup membayar Rp17.000, saya sudah bisa menontonnya dalam batas waktu 24 jam sejak pembayaran, dan bisa ditonton juga di laptop. Cara pemasaran film seperti ini sebetulnya bisa jadi alternatif pendapatan bagi para pekerja film yang terdampak dengan penutupan bioskop seperti sekarang. Yaa, film ini cukup menjadi obat dari film-film berkualitas festival yang terpaksa harus mengalah karena pandemi. Jikalau FFI tetap akan terlaksana tahun ini, saya rasa Mudik akan berdiri di jajaran nominasi judul-judul juara.

2 komentar:

  1. Berarti semacam "3 Hari Untuk Selamanya" versi syariah ieu mah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boro-boro aya syariahna. Kalau kearifan lokal boleh lah..

      Hapus