Kebencian yang Diwariskan

Perang antara supporter sepak bola di Indonesia adalah kebencian yang diwariskan, anak baru lahir 5-8 tahun lalu udah ngerti benci supporter A, ga tau asal mulanya mereka hanya dengan senang hati ikut-ikutan ayah dan teman-temannya, layaknya sebuah agama yang diwariskan ketika lahir.

Foto Ilustrasi


Dan yang paling bahaya saat ini sebenarnya yang provokasi sana sini di social media mau bobotoh atau the jak yang konteksnya sekarang sedang hangat karena berkaitan dengan pelaksanaan final piala presiden di Jakarta, mending provokasinya positif nah yang negatif?

 Jaman sekarang sosial media viral banget, yg liat semua kalangan, nyebar dalam itungan detik, jadi warisan budaya lah buat generasi baru, anak-anak usia 8 tahun belajar ngomong anjing, mati, dan bunuh (dan mereka bangga). Pelaku pengrusakan plat D di Jakarta dan plat B di Bandung yang tertangkap itu usia 12-22 tahun lho, anak SMP, SMA, dan yang tidak bersekolah.

Saat satu kejadian terjadi, yang satu bahas masa lalu dan yang oknum yang berada pada rentang usia di atas mulai panas ingin membalas, karena liat pemberitaan di media elektronik dan cacian langsung di sosial media, sampai kapan? Nunggu masuk usia dewasa dulu baru sadar? Setelah sendirinya sadar tanpa sadar generasi baru pembawa kebencian muncul padahal tau juga kagak, baru juga lahir kemarin sore, udah diajarin kalau sakit itu mesti dibalas, kalau semua pendukung yg itu tuh mesti dibunuh, kalau nyawa yg kemaren mati belum ada gantinya jangan mau damai.

Yang di atas sudah dingin, yang di tengah masih ngomporin, bangga bisa membenci, senang bila satu pihak mati, sementara sang orangtua menangis, mana ada orangtua yang mengajarkan anaknya kesenangan sepak bola berharap supaya nanti anaknya jago lempar batu ke mobil orang, atau ada seorang ibu bilang kepada anaknya "nak suatu saat kamu harus jago berkelahi biar pas nonton bola ga bisa dihajar supporter lain, kalau ada yg lempar batu..lempar lagi pake batu yang lebih gede".

0 komentar:

Posting Komentar