Memang secara pemahaman umum, sebuah tempat yang menyajikan
kopi, acap kali disebut coffee shop. Walaupun
begitu, khusus dalam artikel ini, saya paksa pembaca untuk bersepakat bahwa coffee shop yang saya maksud di sini
adalah yang secara bahasa betul-betul diartikan sebagai toko kopi non-café. Artinya, coffee shop jadul yang akan saya ceritakan adalah toko-toko yang
hanya fokus menjual kopi secara raw, baik
grinded ataupun masih dalam bentuk beans. Di Bandung sendiri, ada beberapa
nama yang cukup termahsyur yang pernah saya datangi, dan menarik untuk dibahas.
Berikut adalah nama-namanya:
1 Kopi Kapal Selam
Coffee
shop ini tidak memiliki plank, tapi tak sulit menemukannya. Bangunan
tokonya terletak di samping Toko Jamu Babah Kuya yang legendaris di kawasan
belakang Pasar Baru Bandung. Saat akan diajak kemari oleh seorang kawan,
awalnya saya kurang begitu mengenal merek kopi ini, hingga saya melihat
langsung kemasan plastik bersablon tinta kuning yang rasa-rasanya sangat
familiar. Rupanya Kopi Kapal Selam ini yang sering saya lihat kemasannya saat
kecil dulu. Almarhumah uyut cukup sering membeli stock kopi ini untuk kebutuhan
pribadi, dan menjamu tamu.
Saat saya menggunggah foto coffee shop ini di feed instagram,
rupanya cukup banyak pula kawan yang mengenal merek kopi ini sebagai kopi
langganan turun temurun di keluarganya.
Bukan cuma pelanggannya yang turun temurun,
tentu kepemilkan dari Kopi Kapal Selam pun sudah diwariskan antar generasi,
hingga dapat bertahan hingga saat ini. Pengelolanya sekarang, yakni Koh Chandra,
merupakan generasi ketiga pemilik bisnis Kopi Kapal Selam.
Suasana toko yang ia jalankan ini sangat
terasa khasnya sebagai coffee shop jadul,
mulai dari bangunan kunonya, kalender kertas yang tampak telaten ia sobek lembar
demi lembar setiap harinya, dan kopi yang disimpan berkarung-karung besar
seperti beras. Selain itu, peralatan yang ia gunakan juga tak kalah menarik. Seperti
sebuah timbangan manual yang harus dipindah-pindahkan batuan bobot ukurannya
agar seimbang itu mengingatkan saya akan serta sebuah coffee grinder klasik.
Kopi Kapal Selam
Jl. Pasar Barat (Belakang Pasar Baru)
Jl. Pasar Barat (Belakang Pasar Baru)
Kopi Javaco |
Kopi Javaco
Selain Kopi Kapal Selam, ada satu brand kopi lain yang kemasannya familiar
bagi saya. Kopi tersebut adalah kopi Javaco yang tokonya berada di sekitaran
Kebon Jati, tak jauh dari bangunan ex-Hotel Surabaya. Kemasannya sendiri
menggunakan bahan kertas sampul yang biasa digunakan saat sekolah dulu. Saya
sering mendapati om yang juga tinggal satu rumah dengan saya yang sering
membawanya pulang. Katanya, Javaco ini banyak mengambil biji kopi dari Jawa
Timur, seperti Jember.
Berbeda dengan Kopi Kapal Selam, Toko Kopi
Javaco terlihat lebih rapi. Semua stock kopi yang mereka miliki, tidak dipajang
di meja konter. Sebagai gantinya, daya tariknya bisa dilihat dari segi bangunannya
yang kuno, serta benda-benda vintage yang
beberapa di antaranya bertuliskan kata-kata dalam Bahasa Belanda. Seperti
sebuah lubang bersekat besi di pintu masuk yang bertuliskan brieven (surat), dan sebuah benda
berbentuk kotak yang tertera kalimat versche
koffie (kopi segar). Lalu ada juga ada deretan empat alat penggiling kopi
seperti yang bisa saya temukan di Kopi Kapal Selam, serta sebuah motor Vespa
jadul di dekatnya.
Produk Kopi Javaco ini juga bisa dibeli di
beberapa toserba, dan supermarket besar seperti Yogya, Griya, dan Borma.
Kopi Javaco
Jl. Kebon Jati No. 69
Jl. Kebon Jati No. 69
Kopi Malabar |
Kopi Malabar
Saat saya mendengar kalau letak Kopi Malabar berada di seberang SMAN 4 Bandung di Jl. Gardujati, rekaman visual di kepala saya berusaha keras menggambarkan dan mengingatnya. Karena rute tersebut cukup sering saya lewati sejak kecil dulu. Tapi saya sama sekali tak bisa mengingat kalau di sekitaran situ ada sebuah coffee shop jadul. Barulah ketika diajak oleh Mang Alexxx dari Komunitas Aleut, saya baru ngeuh tempatnya.
Tak heran sebetulnya bila saya dan mungkin
banyak orang lainnya tidak menyadari keberadaan Kopi Malabar. Hal ini
dikarenakan dari luar coffee shop ini
terlihat seperti bangunan terbengkalai. Apalagi pintunya pun selalu tertutup.
Padalah dibandingkan dengan dua coffee shop
yang sebelumnya saya ceritakan, bangunannya memiliki plank nama dengan tulisan
yang cukup besar.
Saat pintu tokonya diketuk oleh Mang
Alexxx, saya pun masih ragu kalau toko tersebut masih ada yang menempati. Namun
ternyata, betul-betul masih ada orang yang keluar dari dalamnya. Seperti yang
sudah saya intip dari etalase besar dari luar, kondisi di dalamnya sangatlah
berantakan. Saya pun dilarang mengambil gambar saat berada di dalam. Dari
pengelolanya sendiri (yang saya lupa namanya), Kopi Malabar ini masih tetap
didatangi oleh pelanggan tetapnya. Bila yang sudah terbiasa berbelanja kopi di
sini, mereka sudah tahu sendiri tata caranya. Walau tokonya terlihat selalu
tutup, tinggal ketuk pintu saja, maka sang empunya akan siap sedia melayani
keperluan kita.
Kopi Malabar
Jl. Gardujati No. 17
Jl. Gardujati No. 17
Kopi Aroma |
4 Kopi Aroma
Di antara coffee shop jadul yang ada di Bandung, mungkin Kopi Aroma adalah yang paling populer di kalangan wisatawan. Selain karena memang planknya di Jl. Banceuy yang sangat menyolok, sesuai dengan namanya, aroma kopinya sangat harum semerbak begitu kita melintas di sekitaran sini. Ditambah, antrian pembeli kopi yang memanjang hingga ke jalan, sangat menarik rasa penasaran untuk merapat. Beberapa kali saat mampir, seringkali saya juga mendapati si pemilik sedang menjelaskan tentang kopi ini kepada beberapa turis asing.
Seperti yang tertulis pada plank namanya,
yakni Koffie Fabriek Aroma, seluruh proses pemanggangan, hingga penggilingan
juga dilakukan di tempat ini. Oleh karena itulah harum aroma kopi saat proses roasting dapat tercium dari luar. Hal
ini pula yang menjadikan ruang pembeli saat mengantri tak begitu luas. Sebagian
besar ruang pada bangunannya digunakan untuk proses produksi. Saya pun sempat
melihat kondisi ruang produksinya yang terlihat luas dan sibuk, dari foto-foto
kawan yang dulu sempat diizinkan untuk masuk ke dalamnya. Sayangnya kini agak
sulit untuk bisa mendapat akses melihat ke dalam pabriknya.
Kopi Aroma punya keistimewaan dari rasanya
yang tak terasa asam. Hal ini dikarenakan oleh proses pengolahannya yang
panjang. Setiap biji kopi yang mereka hasilkan akan disimpan dan direndam terlebih
dahulu hingga waktu 5-8 tahun lamanya. Untuk menjaga keaslian cita rasa dan
eksklusivitasnya, mereka hanya menjual produknya di toko mereka saja. Walaupun
ada saja, orang yang memborong kopi tersebut, lalu menjualnya kembali lewat
toko online.
Kopi Aroma (Koffie Fabriek Aroma)
Jl. Banceuy No. 51
0 komentar:
Posting Komentar