Tak Hanya Menyajikan Cita Rasa, 10 Kuliner Legendaris Bandung ini Juga Punya Kisah Luar Biasa


Bagi saya, wajah sebuah kota dibentuk oleh berbagai komponen yang berada di dalamnya, mulai dari sejarah, budaya, hingga manusianya. Oleh karena itu, untuk benar-benar dapat mengenal tempat yang kita kunjungi saat berwisata, ada baiknya hal-hal yang melekat bersamanya pun harus diakrabi.

Dari berbagai daerah di Indonesia, Bandung tentu menjadi kota yang paling akrab dengan diri saya. Pengalaman hidup di dalamnya selama lebih dari tiga dekade menjadi alasannya. Saya pun sadar betul, seiring hidup yang terus bergerak, maka ada bagian dari kota ini yang juga harus berubah. Ada tempat yang harus berganti peran, lalu ada juga kebiasaan manusianya yang perlahan mulai ditinggalkan. Walaupun begitu, banyak juga bagian lain dari kota ini yang tak hanya mampu bertahan, tapi juga telah menjadi incaran banyak wisatawan. Bagian-bagian tersebut hadir melalui cita rasa yang menyusup ke dalam cerita nama-nama besar kuliner yang bertahan menembus zaman.

Dalam tulisan ini, saya mencoba menceritakan kembali pengalaman berkunjung ke 10 tujuan wisata kuliner legendaris di Bandung. Lewat perbincangan hangat dengan para pemerannya, hidangan yang disajikan di atas meja pun tak sekedar menghadirkan cita rasa, namun juga berhasil melarutkan suasana ke dalam berbagai kisah luar biasa.

Pak Aldi dan Lontong Kari Kebon Karet

  1. Lontong Kari Kebon Karet
Bila ada satu kuliner di Bandung yang namanya dapat mem-branding keseluruhan kawasan, Lontong Kari Kebon Karet lah jawabannya. Dari sejak saya melintas di depan mulut Gg. Kebon Karet, aroma khasnya pun sudah tercium. Bahkan warga yang kebetulan melihat saya ataupun wajah asing lainnya di sekitaran gang sudah langsung sigap mempersilakan dan menunjukan arah tempat Lontong Kari Kebon Karet berjualan, seolah, setiap tamu yang masuk ke gang sudah pasti mencari kuliner legendaris yang satu ini.

Di dalam area makannya, sang pemilik yakni Pak Aldy memajang beberapa foto pejabat dan selebritis ternama yang pernah mampir untuk menyantap menu lontong kari yang dihidangkan. Lalu ada juga beberapa halaman harian surat kabar berisikan mengenai pemberitaan bisnis kulinernya ini yang telah dibingkai dan dipajang di salah satu sudutnya. Pada salah satu halaman surat kabar tersebut, terdapat foto almarhum ayahnya yang mendirikan Lontong Kari Kebon Karet pada tahun 1966. Sambil menunggu pesanan Lontong Kari Special tiba, saya pun bisa sekaligus mendalami cerita yang coba disampaikan melalui berbagai hal di ruang makannya itu.

Obrolan dengan Pak Aldy pun berlangsung seru. Ia terlihat memiliki antusias tinggi dalam menceritakan kisah di balik bisnis kuliner yang dikelola keluarganya, termasuk soal keistimewaan makanan yang dijual. Ia lalu menjelaskan bahwa kenikmatan cita rasa yang dihadirkan oleh Lontong Kari Kebun Karet ini berasal dari kombinasi 14 macam rempah-rempah. Beberapa di antaranya cukup special, karena termasuk jarang digunakan untuk hidangan ini, seperti cengkeh, kayu manis, dan pala. Sementara untuk topping-nya, terdapat taburan kacang kedelai, emping, potongan kentang, telur ayam, dan telur puyuh. Daging yang digunakan pun merupakan kualitas terbaik yang diambil dari bagian sengkel, sehingga tak ada lemak yang menempel pada dagingnya.

Untuk menikmati porsi dengan topping lengkap, kita dapat memesan Lontong Kari Special yang dijual dengan harga Rp24.000/porsi. Selain itu, tempat ini juga menawarkan Es Campur yang diracik secara istimewa dengan menggunakan lumeran dark chocolate.

Tertarik mencicipi Lontong Kari Special dan Es Campurnya? Langsung saja meluncur ke Jl. Oto Iskandar di Nata, Gg. Kebon Karet No. 28/5c pada pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam setiap harinya.

Abdul dan Bubur Ayam PR


  1. Bubur Ayam PR
Bagi para wisatawan, kawasan Jl. Asia Afrika memang menjadi tempat yang wajib dikunjungi saat berwisata ke Bandung. Lokasinya yang berada di pusat kota, serta bangunan heritage yang berderet di sekitarnya menjadi beberapa alasannya. Tak jauh dari salah satu bangunan heritage ternama yakni Hotel Savoy Homann, terdapat sebuah kuliner legendaris yang dikenal dengan nama Bubur Ayam PR. Namanya tersebut diambil dari sebuah nama harian surat kabar yang menjadi tempat gerobaknya mangkal saat pertama kali berjualan dulu. Karena sudah dilarang berjualan di trotoar, penjualnya yang merupakan generasi ke-2 pemilik bisnis ini, yaitu Pak Abdul Rojak, memindahkan tempat berjualannya ke Jl. Homann yang berada di seberang tempat sebelumnya.

Sama seperti bubur ayam pada umumnya, semangkuk Bubur Ayam PR yang dihargai Rp20.000 ditaburi suwiran daging ayam, ati ampela, irisan telur, dan potongan cakue. Hal yang membedakannya terletak pada krupuk yang diganti oleh emping, serta penggunaan bumbu kaldu yang diracik sendiri.

Bubur Ayam PR mulai berjualan di lokasinya yang berada di Jl. Homann pada pukul setengah 6 sore hingga pukul 2 pagi.

Tante Gwat dan Ronde Jahe Alkateri

  1. Ronde Alkateri
Ronde adalah makanan tradisional berbentuk bola-bola yang dibuat dari tepung ketan. Cara penyajiannya yang disiram menggunakan kuah jahe menjadikan ronde lebih enak disantap hangat-hangat saat udara sedang dingin pada malam hari. Di Bandung, warung ronde yang paling terkenal adalah Ronde Alkateri. Sesuai dengan namanya, warung ronde ini berjualan di Jl. Alkateri No. 1, mulai pukul 6 sore hingga pukul 10 malam.

Sejak berdiri pada tahun 1984, Ronde Alkateri ini telah memiliki beberapa cabang yang tersebar di seluruh Bandung. Namun bila ingin bertemu langsung dengan sang pendiri bisnis ini, maka datanglah ke warung pertamanya yang ada di Jl. Alkateri. Oleh para pelanggan setianya, ia akrab dipanggil dengan sebutan Tante Gwat. Pada usianya yang tahun ini telah menginjak angka 86 tahun, pendengarannya masih sangat baik, dan suaranya masih sangat lantang. Saat saya berkesempatan berbincang dengannya beberapa waktu lalu, ia sendiri yang turun langsung membantu pekerjanya dalam menyiapkan bermangkuk-mangkuk ronde jahe untuk pelanggan.

Dalam semangkuk ronde jahe porsi reguler yang disajikan, terdapat tiga buah ronde berukuran besar, dan beberapa ronde ukuran kecil sebagai pendamping. Namun, porsi ini juga dapat disesuaikan dengan keinginan bila ingin mendapat porsi ronde besarnya lebih banyak. Istimewanya Ronde Alkateri ini dapat terasa dari teksturnya yang sangat lembut dengan rasa kuah jahe yang pas. Khusus untuk ronde berukuran besar, ada kacang yang ditumbuk halus sebagai isiannya. Untuk harganya, satu porsi Ronde Alkateri ini dijual Rp18.000.
Aldi Yonas dan Warung Kopi Purnama

  1. Warung Kopi Purnama
Jauh sebelum nongkrong di coffee shop menjadi sebuah trend yang digemari dalam beberapa tahun ke belakang, Warung Kopi Purnama telah terlebih dahulu mempopulerkannya. Warung kopi yang usianya hampir seabad ini kini dijalankan oleh Aldi Yonas yang merupakan pemilik generasi ke-4. Dari tampilannya saat bertemu, saya langsung tahu bahwa umur kami tak terpaut begitu jauh. Melalui sentuhan tangannya, Warung Kopi Purnama tak hanya didatangi oleh generasi usia di atasnya, tapi juga oleh kaum millennial yang sepantaran dengannya. Walaupun begitu, jati diri yang melekat pada warung yang awalnya bernama Chang Chong Shi ini tetap ia pertahankan, mulai dari cita rasa menu-menunya, sampai arsitektur asli bangunannya.

Tak seperti daftar menu kopi yang ditawarkan di tempat-tempat ngopi kekinian zaman now, menu kopi di Warung Kopi Purnama tetap sederhana dengan menyajikan pilihan secangkir kopi hitam atau kopi susu. Untuk biji kopinya sendiri, Aldi menggunakan kombinasi antara biji kopi arabika dengan robusta. Rasa yang dihasilkan racikannya pun sangat khas, tak terlalu asam, tapi juga tak terlalu pahit. Sebagai pendampingnya, satu porsi roti selai srikaya akan melengkapi waktu santai di sini. Tak kalah istimewa dengan kopinya, roti dan selai srikaya yang dihidangkan juga merupakan produk orisinil dari Warung Kopi Purnama. Saya pribadi pun belum pernah menemukan rasa yang serupa dengan menu roti selainya tersebut.

Tak hanya kopi dan roti yang menjadi ciri khas Warung Kopi Purnama, ada berbagai menu lainnya seperti Nasi Goreng Purnama, Sarsaparilla, Es Kolang-Kaling dan menu lainnya yang dapat dijajal dengan rata-rata harga di bawah Rp30.000. Namun di luar menu-menu tersebut, ada juga beberapa menu non-halal yang dihidangkan. Bagi kawan-kawan muslim, memang disarankan untuk bertanya terlebih dahulu mengenai kehalalan menu makanan yang akan dipesan kepada waiter.

Kopi Susu, Roti Selai Srikaya, serta menu-menu lainnya dari Warung Kopi Purnama dapat mulai dinikmati setiap harinya pada pukul setengah 7 pagi hingga pukul 10 malam di Jl. Alkateri No. 22.

Ibu Rosy dan Warung Sate Hadori

  1. Sate Hadori
Sate Hadori bukanlah nama yang asing di telinga warga maupun wisatawan yang datang ke Bandung. Restoran sate yang didirikan Ibu Hj. Hadori pada 1952 ini memang sudah lama populer karena daging satenya yang dikenal sangat empuk. Selain itu, Sate Hadori juga dikenal sebagai tujuan rutin wisata kulinernya Presiden RI. Hampir di setiap kunjungannya, beliau selalu menyempatkan untuk mampir dan menyantap hidangan yang satu ini.

Untuk menunya sendiri, Sate Hadori tak menyediakan banyak menu, hanya menu sate dan gulai yang terdiri dari pilihan daging ayam, sapi, dan kambing. Namun, di antara daftar menu tersebut, Sate Kambing lah yang paling disukai. Lebih istimewanya lagi, karena Sate Hadori khusus menyajikan daging sineureut dari kambing. Sineureut itu merupakan daging bagian dalam kambing yang berada di area sekitar perut dan paha atas. Daging bagian ini tak begitu besar, namun memang sangat terkenal karena kelezatan rasanya. Maka dari itu, dari satu ekor kambing hanya dapat dibuat sepuluh tusuk sate sineureut yang dihargai Rp60.000 di restoran Sate Hadori.

Kunjungan saya beberapa waktu lalu tak berhasil mempertemukan saya dengan Ibu Hj. Hadori. Namun, saya berkesempatan mendengarkan cerita dari Ibu Rosy yang telah dipercayai langsung mengelola cabang utamanya tersebut oleh sang empunya selama lebih dari 30 tahun. Kini Sate Hadori telah memiliki hingga 4 cabang di Bandung yang buka mulai pukul 10 pagi hingga pukul 3 pagi.

Kang Deni dan Mie Kocok Mang Dadeng

  1. Mie Kocok Bandung Mang Dadeng
Mie Kocok merupakan salah satu kuliner tradisional khas Bandung yang cukup banyak digemari. Perbedaannya dengan kuliner mie lainnya terletak pada jenis mie, serta penyajiannya yang menggunakan kuah kaldu yang ditaburi tauge dan irisan tendon kaki sapi. Sebagai finishing, perasan jeruk purut ditambahkan, sehingga memberikan sensasi rasa yang sedikit agak kecut.

Dari cukup banyak pedagang mie kocok di Bandung, nama Mie Kocok Bandung Mang Dadeng merupakan yang paling terkenal. Walaupun kini Mang Dadeng sudah tiada, bisnisnya tersebut masih terus berkembang hingga memiliki tujuh cabang yang dikelola oleh anak dan saudaranya. Awalnya, ia berdagang dengan mengandalkan sebuah gerobak yang ia dorong mengelilingi Bandung pada tahun 1958. Barulah pada tahun 1965, ia membuka kedai di Jl. Banteng (sekarang namanya Jl. Kyai Haji Ahmad Dahlan) No. 67. Di cabang utamanya tersebut, kini operasionalnya dipimpin oleh salah satu anaknya yaitu Kang Deni.

Dalam sebuah obrolan santai saya dengan Kang Deni, ia menuturkan proses pengolahan tendon dan sumsum sapi yang dimasak di kedainya tersebut melalui durasi yang cukup lama dan hati-hati. Tentunya, proses pun takkan menghianati hasil, metode yang diwariskan dari ayahnya tersebut membuat mie kocok yang dihasilkan terasa lebih gurih dan terbukti disukai banyak pelanggan.

Kedai Mie Kocok Bandung Mang Dadeng buka setiap harinya mulai pukul 9 pagi hingga pukul 10 malam. Selain di kawasan Jl. Banteng, kedai ini juga beroperasi di Jl. Citarum, Jl. Wastukencana, Jl. Pelajar Pejuang 45, Kopo, Arcamanik, dan satu cabang di luar Bandung, yakni di Bintaro. Satu porsi Mie Kocok Bandung Mang Dadeng sudah bisa dinikmati dengan harga Rp37.000.

Bu Lidya dan Lotek Kalipah Apo 42

  1. Lotek Kalipah Apo 42
“Legit!” Itulah satu kata yang teman dan keluarga saya katakan saat ditanya komentarnya mengenai rasa Lotek Kalipah Apo 42 yang kebetulan sebelumnya belum pernah saya cicipi. Kata itu pula yang disampaikan Ibu Lidya yang merupakan pengelola tempat kuliner legendaris tersebut ketika ditanya soal keistimewaan hidangan lotek yang dibuat pertama kali oleh neneknya itu pada tahun 1953. Saya pun kemudian menyetujui “legit” sebagai kata yang dapat menggambarkan rasa lotek ini ketika berkesempatan mencobanya. Bumbu kacangnya sendiri memang terlihat jauh lebih kental dibandingkan lotek yang pernah saya makan. Rupanya, dalam proses pembuatan loteknya, ia tetap memegang teguh resep yang diturunkan keluarganya untuk membuat sebuah bumbu kacang yang istimewa. Selain itu, sayur yang terdapat pada loteknya tersebut ia kukus menggunakan alat masak yang terbuat dari bambu, sehingga mengeluarkan rasa dan aroma yang berbeda.

Sesuai dengan namanya, Lotek Kalipah Apo 42 beralamat d Jl. Kalipah Apo No. 42. Akan tetapi, lokasi yang ditempatinya saat ini merupakan pindahan dari lokasi awalnya yang sebenarnya masih di kawasan Jl. Kalipah Apo juga. Bedanya, tempat yang ditempati sekarang jauh lebih luas untuk mengembangkan bisnis. Hal ini pun dibuktikan dengan lebih banyaknya variasi menu yang dijual, mulai dari kolak campur, aneka rujak, gado-gado, laksa, nasi timbel, hingga berbagai jenis masakan rumah lainnya. Harga menu-menunya ini cukup bervariasi, namun tergolong sangat terjangkau. Misalkan saja, untuk dapat menyantap satu porsi lotek yang disajikan dengan lontong di Lotek Kalipah Apo 42 ini, cukup dengan merogoh kocek sebesar Rp21.000.
Kang Gugun dan Aa Bistik Astana Anyar


  1. Aa Bistik
Karena letaknya yang berada di kawasan Astana Anyar, saya, dan beberapa kawan yang beranggapan bahwa nama Aa pada brand “Aa Bistik” merupakan singkatan dari nama daerah tersebut. Namun nyatanya, setelah bertanya langsung dengan Kang Gugun yang merupakan pewaris bisnis tersebut, saya akhirnya mengetahui bahwa Aa merupakan nama sang ayah yang bernama lengkap Aa Sukardi. Hingga sekarang, Aa Bistik ini sangat dikenal dengan menu nasi goreng bistiknya.

Pada tahun 1989, Bapak Aa Sukardi mulai merintis bisnis nasi goreng bistiknya tersebut dengan mendorong gerobak dari kawasan Panjunan hingga Cibadak. Tapi uniknya, dagangannya tersebut lebih sering laris terjual ketika ia baru berjalan sampai Jl. Astana Anyar. Oleh karena itulah, mulai tahun 1992, ia kemudian memilih untuk membuka kedai semi permanen di titik yang jualannya paling laku dibeli orang. Sampai sekarang, kedai nasi goreng bistiknya nyaris tak pernah sepi dari pengunjung. Saya pun yang beberapa kali pernah membeli nasi goreng di sini tak jarang harus menunggu pesanan hingga setengah jam lamanya.

Nasi goreng Aa Bistik ini banyak disukai karena teksturnya yang sangat crispy. Demikian pula irisan kentang yang menjadi komponen pelengkap menu ini. Tak lupa, saus yang disiramkan di atas hangatnya nasi goreng dapat membangkitkan selera makan. Satu porsi Nasi Goreng Aa Bistik ini sudah bisa dinikmati dengan harga Rp20.000. Di samping menu Nasi Goreng Bistik, ada juga beberapa pilihan menu lainnya seperti Ayam Kluyuk yang tak kalah digemari.

Penasaran dengan rasa menu Nasi Goreng Aa Bistik ini? Cobalah mampir ke Jl. Astana Anyar No. 264, pada pukul setengah 6 sore, hingga pukul 12 malam.
Yusuf dan Martabak Capitol

  1. Martabak Capitol
Sebelum bioskop dikelola dengan sistem chain-business seperti sekarang ini, Bandung memiliki banyak bioskop yang dikelola secara perorangan. Salah satu bioskop yang populer pada masanya adalah bioskop Capitol yang berada di kawasan Jl. Jenderal Sudirman. Untuk menemani aktivitas menontonnya, biasanya para pengunjung bioskop membeli martabak yang dijual tak jauh dari lokasi bioskop. Senada dengan nama bioskop di dekatnya, Amos Gunawan sang pendiri bisnis martabak tersebut pun memberi nama usahanya dengan nama “Martabak Capitol”. Walaupun kini bioskopnya sendiri sudah tak ada, namun nama Capitol tetap melekat kuat dengan brand kedai martabak yang masih berdiri tegak di Jl. Jenderal Sudirman No. 101.

Selang 41 tahun setelah mulai berjualan, Pak Amos masih sering terlihat memantau dan membantu penjualan martabak di kedainya. Namun tentunya, intensitas aktivitasnya sudah tak seperti dulu. Kali ini giliran anaknya yaitu Yusuf yang lebih aktif melayani para pembeli.

Walaupun pilihan topping yang ditawarkan Martabak Capitol sama dengan kebanyakan penjual martabak lainnya, tapi ada keistimewaan yang dapat terasa saat potongan martabaknya meluncur masuk ke mulut. Keistimewaan tersebut terletak pada kualitas cita rasanya yang dipertahankan melalui bahan-bahan terbaik. Selain itu, Martabak Capitol juga menawarkan pilihan menu khusus yang menggunakan mentega wijsman untuk menambahkan rasa gurih pada martabaknya. Bertambahnya rasa gurih tersebut dikarenakan komposisi mentega wijsman sendiri terbuat dari 99% susu sapi. Harga setiap type menu martabaknya pun cukup bervariasi, dimulai dari sekitaran harga Rp50.000 hingga di atas kisaran Rp100.000.
Karena martabak merupakan jenis makanan yang lebih enak disantap saat udara sedang dingin, maka kedai Martabak Capitol pun baru buka menjelang sore hari dari pukul 2 siang hingga pukul 12 malam.
Ibu Susi dan Es Sekoteng Bungsu 29

  1. Es Sekoteng Bungsu 29
Dari keseluruhan tempat kuliner legendaris yang saya kunjungi. Kedai Es Sekoteng Bungsu 29 ini paling memiliki daya tarik dari segi visual. Hampir seluruh dindingnya dipenuhi oleh foto-foto bintang rock ternama, seperti Freddy Mercury, Mick Jagger, dan John Lennon. Bukan tanpa alasan wajah-wajah mereka menghiasi kedai ini. Ibu Susi yang menjalankan bisnis warisan orang tuanya ini memang sangat menggemari musik rock. Bahkan pada waktu senggangnya, ia terkadang masih menyanyikan lagu dari para idolanya di berbagai event tertentu.

Setelah puas memperlihatkan dan bercerita mengenai koleksi foto-foto idolanya kepada saya, Bu Susi pun melanjutkan kisahnya dengan bisnis dessert yang digelutinya saat ini, mulai dari kedainya yang dibangun pada tahun 1962, hingga kelebihan produk Es Sekoteng yang ia buat. Ia berani menjamin bahwa Es Sekoteng Bungsu 29 tidak akan menyebabkan batuk. Hal ini dikarenakan proses khusus yang dilakukannya saat masa produksi. Rasa manis dan kesegarannya akan sangat terasa perbedaannya di mulut. Selain sekoteng, tentunya ada beberapa komponen lainnya seperti kelapa muda, alpukat, dan kolang-kaling, yang melengkapi setiap porsinya. Untuk satu mangkuk Es Sekotengnya ia kenakan harga Rp18.000.

Perihal nama “bungsu” yang tercantum di brand-nya itu berasal dari nama jalan tempat kedai itu berada sebelum kini berganti menjadi Jl. Veteran. Sedangkan angka “29” menandai nomor alamat kedai tersebut. Setiap harinya, Ibu Susi berjualan mulai pukul 8 pagi, hingga pukul 6 sore.

0 komentar:

Posting Komentar